kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi UU PNBP, tarif 0% hingga menteri berwenang tetapkan tarif


Selasa, 23 Januari 2018 / 21:07 WIB
Revisi UU PNBP, tarif 0% hingga menteri berwenang tetapkan tarif
ILUSTRASI.


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih melakukan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Revisi beleid ini ditargetkan untuk disahkan di masa sidang ini.

Sejumlah ketentuan dilakukan perubahan, baik dalam rangka penguatan, perbaikan, hingga penambahan kebijakan. Salah satu perubahan yang dimaksud, yaitu melalui perluasan opsi keringanan berupa pengurangan dan pembebasan PNBP, yang tertuang dalam pasal 59 RUU tersebut.

Pasal tersebut, mengatur bahwa wajib bayar PNBP dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP terutang kepada instansi pengelola PNBP dalam hal: kondisi kahar, pailit berdasarkan putusan pengadilan, dan kesulitan likuiditas. Adapun keringanan yang dimaksud, meliputi penundaan, pengangguran, pengurangan, dan atau pembebasan hingga Rp 0 atau 0%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tarif Rp 0 atau 0% seharusnya juga berlaku untuk masyarakat tidak mampu. Tarif itu lanjut dia, belum diatur dalam Undang-Undang yang berlaku hingga saat ini. "Maka di RUU kami harap makin eksplisit," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (23/1).

Tak hanya itu, RUU juga memberikan kewenangan kepada menteri untuk menetapkan tarif PNBP yang sering mengalami perubahan. Sebab selama ini tarif PNBP diatur melalui Peraturan Pemerintah.

Kewenangan menteri tersebut tertuang dalam Pasal 8, yang berbunyi, "Dalam hal tarif sering mengalami perubahan, tarif atas rincian jenis PNBP yang telah ditetapkan Peraturan Pemerintah dapat diubah dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri atau pimpinan lembaga terkait dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum."

Dalam revisi UU tersebut, pemerintah juga akan mengatur mengenai tata kelola Badan Layanan Umum (BLU) milik kementerian atau lembaga (K/L). Tujuannya, "Agar setiap K/L tidak berlomba-lomba membuat BLU dan (mengenakan) charge," tambah dia.

Anggota Komisi XI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Elviana mengatakan, alotnya pembahasan revisi UU PNBP lantaran pemerintah selama ini belum bisa memperlihatkan potensi PNBP bisa diraup dari sejumlah sektor potensial, misalnya sektor pertambangan, kelautan, dan kehutanan.

Elviana juga menyoroti objek PNBP di bidang pendidikan, terutama pengenaan uang tunggal untuk perguruan tinggi yang memberatkan masyarakat.

Sementara itu, Anggota Komisi XI Fraksi Golkar Mukhammad Misbakhun mengatakan, RUU tersebut memang masih lemah dalam hal pengelolaan BLU.

Jika tidak diperkuat, dikhawatirkan K/L berlomba membuat BLU, yang penerimaannya bisa langsung digunakan untuk belanja BLU tanpa masuk ke kas negara terlebih dahulu. "Kami inginkan (penerimaan BLU) masuk kas negara," ungkapnya.

Meski begitu, Pemerintah dan Komisi XI sepakat untuk segera menyelesaikan materi-materi penting dalam RUU tentang PNBP dan menargetkan penyelesaian di masa sidang saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×