Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pembahasan revisi Undang-Undang / UU Penyelenggaraan Pemilu masih terganjal. Walaupun pemerintah dan DPR menargetkan untuk menyelesaikan pembahasan revisi tersebut Mei ini, masih banyak substansi revisi yang masih alot dibahas.
Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri mengatakan, setidaknya ada lima masalah penting yang sampai saat ini belum disepakati oleh kedua belah pihak. Pertama, menyangkut masalah sistem. DPR dan pemerintah sampai saat ini masih belum bersepakat mengenai sistem pemilu yang akan digunakan apakah akan terbuka atau tertutup.
Masalah kedua, soal penambahan kursi di DPR. Pemerintah sampai saat ini masih bersikukuh hanya ingin kursi di DPR ditambah lima saja. Sementara itu, DPR minta 19 kursi tambahan.
Ketiga, soal permintaan tambahan kursi DPD per provinsi dari empat menjadi lima. Keempat, soal ambang batas DPR dan presiden. Untuk ambang batas presiden misalnya, sampai saat ini pemerintah bersikukuh agar ambang batas presiden tetap dipertahankan seperti sekarang, paling sedikit perolehan kursi 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional. Sementara itu sejumlah fraksi di DPR masih ingin agar ambang batas untuk pemilihan presiden dinolkan.
Sedangkan masalah kelima, soal pembiayaan saksi . DPR ingin pembiayaan saksi dalam pemilu dibebankan ke APBN sementara pemerintah masih keberatan. "Karena hitungan kami, kalau pemilu saturan itu Rp 15 triliun untuk saksi saja, kalau dua Rp 30 triliun, rakyat bisa marah, uang itu bisa buat bangun puskesmas," katanya di Komplek Istana Negara, Selasa (2/5).
Pramono Anung, Sekretaris Kabinet optimistis, walau masih menghadapi ganjalan pembahasan revisi UU Penyelenggaraan Pemilu akan dituntaskan sesuai target. "Biasanya last minute akan ada penyelesaian, karena kalau tidak uu sebelumnya digunakan," katanya.
Pemerintah menggodog revisi UU Pemilu karena mereka melihat ada banyak masalah yang harus segera diselesaikan dalam payung hukum tersebut. Salah satu masalah, keharusan bagi anggota DPR dan PNS untuk mengundurkan diri dari jabatannya saat mereka ingin maju menjadi calon kepala daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News