kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Revisi UU BI, tiga calon deputi gubernur BI sepakat penguatan bank sentral


Kamis, 09 Juli 2020 / 09:05 WIB
Revisi UU BI, tiga calon deputi gubernur BI sepakat penguatan bank sentral


Reporter: Venny Suryanto, Bidara Pink | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Undang Undang Bank Indonesia masih menjadi perhatian  wakil rakyat. Apalagi revisi  bank sentral ini menjadi  salah satu program legislasi nasioinal (Prolegnas) prioritas di tahun 2020.

Sebagai pengusul, pemerintah memandang penting revisi tersebut. Ini termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomo 77 tahun 2020 tentang Rencana Startegis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Di situ disebut urgensinya revisi UU BI untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional yang bisa mendongrak APBN dan kesejahteraan masyarakat lewat kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang efektif. Kemudian juga bisa mendorong pertumbuhan investasi melalui penambahan kewenangan terkait pengaturan makroprudensial.

Tak heran, saat fit and propert test terhadap tiga calon Deputi Gubernur Bank Indonesia, anggota dewan mengajukan pertanyaan yang ingin tahu pandangan dari calon terkait isu tersebut. 

Baca Juga: Ekonom Core: Tak ada urgensi kembalikan fungsi pengawasan perbankan ke BI saat ini

Salah satu calon deputi, yakni Juda Agung  yang saat ini menjabat sebagai Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia juga sependapat bahwa bank sentral harus punya ruang gerak sehingga bisa mengambil aksi saat terjadi krisis. Dengan peran ini, bank sentral bisa melakukan pembiyaan saat dibutuhkan. “Peran BI saat krisis itu penting,” katanya, Selasa (7/7).

Baca Juga: Ekonom IKS menilai saat ini bukan waktu yang tepat untuk revisi UU BI

Peran BI di bidang UMKM juga masih terbatas lantaran sifatnya yang hanya memberi bimbingan saja. Tapi tidak bisa melakukan aksi untuk membantu UMKM. Misalnya dengan memberi bantuan teknis. Ia memberi contoh bank sentral di Malaysia yang bisa memberi bantuan teknis terhadap UMKM di sana.

Baca Juga: Disebut kandidat kuat DG BI, ini pendapat Aida S. Budiman atas revisi UU BI

Soal isu pengembalian fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke bank sentral. Juda berpendapat yang terpenting adalah penguatan koordinasi, daripada meleburkan fungsi OJK.  Adanya pemisahan pengawagan bank ke OJK justru untuk menghidanri adanya konflik kepentingan. 

Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) yang lain Asisten Gubernur, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter , Aida S. Budiman sependapat dengan Juda. Menurutnya, hal krusial yang perlu diperhatikan terkait adanya keinginan bank sentral mengawasi perbankan adalah memperkuat koordinasi saja. Yakni antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keungan (OJK). “Selain itu pengawasannya yang bermacam butuh keahlian di masing-masing  bidang,” tuturnya saat menjalani uji kelayakan di tempat yang sama.

Justru ia khawatir jika dipaksakan BI meleburkan diri menjadi pengawas perbankan seperti yang berlaku di Thailand, maka bakal butuh waktu dan proses yang cukup lama. Contoh, Thailand yang butuh waktu hingga enam tahun.

Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) berikutnya,  Kepala Departemen Sumber Daya Manusia BI Doni P. Joeono melihat perlunya bank sentral diperkuat dari sisi makroprudensial. Ia  harap aturan lugas soal peran BI di makroprudensial terpatri dengan jelas. “Di UU BI sekarang belum tercantum tugas makroprudensial bank sentral,” katanya  di DPR, Rabu (8/7).

Menurutnya, bila kewenangan makroprudensial bank sentral akhirnya bisa tertulis dalam RUU BI tersebut, maka BI bisa lebih bergerak leluasa dalam menjalankan kewenangan makroprudensialnya. Mulai dari pengaturan utang luar negeri, pelaksanaan hedging yang lebih kuat, hiingga repatriasi devisa.

Ia juga setuju BI juga lebih berpedan di sektor UMKM. Misalnya dengan memberi kredit ke UMKM tentu sebelumnya dengan memberikan analisis kredit ke UMKM.  Ia pun menjamin, jika BI nanti diberi tanggung jawab di kebijakan makaropruduensial tidak akan membuat BI lupa akan tugas pokok yakni menjaga stabilitas nilai tukar dan inlasi. 

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Eriko Sotarduga juga meyoroti keinginan pengawasan industri keuangan dan perbankan berada di bawah kendali bank sentral karena banyak komplain yang masuk terkait lemahnya peran OJK seperti pengawasan di bidang asuransi dan tekfin illegal. “Ini juga perlu ada pembicaraan lebih lanjut,” katanya.

Urgensi lainnya adalah terkait Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Katanya, banyak juga pendapat kalau funsgi LPS perlu dikembangkan lebih luas, jadi tidak hanya menjamin simpanan tetapi juga menjamin dana asuransi. Hal ini bercermin dengan adanya masalah terkait asuransi.

Ekonom IKS, Eric Sugandi menilai terkait revisi UU BI yang diusulkan pemerintah ini bukan menjadi hal yang penting dilakukan. Ia menyarankan agar pemerintah lebih baik fokus pada penanganan Covid-19. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×