Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, pihaknya tidak akan mengubah batasan defisit maupun rasio utang dalam APBN. Hal ini sejalan dengan rencana Rancangan Undan-Undang (RUU) Keuangan Negara.
Sebagaimana diketahui, Komisi XI DPR RI memasukan prioritas RUU Keuangan Negara dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
“Anda pasti pikir saya mau melanggar 3%. Ini nggak ada,” tutur Purbaya kepada media, Jumat (19/9/2025).
Purbaya memastikan, dalam penyusunan APBN, ia akan tetap mematuhi Batasan defisit dengan maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara di Indonesia.
Ia menekankan, apabila keputusan kebijakan yang diambilnya berdampak postif bagi perekonomian, maka perekonomian akan lebih bergairah dan pendapatan pajak juga meningkat.
Baca Juga: Tax Ratio 7,95% di Kuartal I-2025, Pengamat: Indonesia Makin Ketergantungan Utang
Dengan demikian, menurutnya seharusnya tidak perlu ada perubahan undang-undang untuk menaikkan defisit maupun batas utang yakni 60% dari PDB.
Akan tetapi, Purbaya menilai, penetapan defisit APBN dan rasio utang dalam UU No 17 Tahun 2023 tersebut kurang berdasar. Batas tersebut menurutnya, muncul kebijakan di kebanyakan negara maju, seperti Amerika dan Eropa yang menganggap bisa menjadi indikator suatu negara membayar utang.
“Jadi sebetulnya yang dilihat adalah dua negara itu mampu. Jadi angka-angka itu nggak ngaruh hanya indikator awal aja. Cuma yang dilihat oleh investor adalah apakah dia mampu membayar utang atau mau membayar utang,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa Indonesia selama ini tidak pernah mengalami gagal bayar dan memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar utang, sehingga tidak perlu takut terhadap batas-batas tersebut.
Baca Juga: Rencana Tax Amnesty Jilid III, Purbaya: Nanti Semuanya Nyeludupin Duit
Ia mencontohkan bahwa di Eropa terdapat aturan defisit maksimum 3% dan rasio utang terhadap PDB 60%, namun hampir semua negara Eropa melanggar ketentuan itu.
Bahkan, menurutnya, Amerika Serikat memiliki rasio utang terhadap PDB mendekati 100% dengan defisit sekitar 6%.
Ia menambahkan bahwa seandainya Indonesia dalam kondisi terdesak, pertanyaan yang muncul adalah mengapa negara-negara tersebut boleh melampaui batasan sementara Indonesia harus dibatasi ketat.
“Seandainya kita kepepet seandainya ya kenapa mereka boleh, kita nggak boleh,” ungkapnya.
Baca Juga: Tarik Tax Amnesty dari Prolegnas, Komisi XI Prioritaskan RUU Keuangan Negara di 2025
Selanjutnya: Kurs Rupiah Anjlok ke Rp 16.601 Per Dolar AS, Terlemah Sejak Mei 2025
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 19-21 September 2025, Es Krim-Sabun Cair Diskon hingga 45%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News