Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai dengan akhir Desember 2022, realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak tercatat Rp 280,41 triliun. Restitusi pajak naik 42,99% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak) Kementerian Keuangan menyebut, realisasi restitusi pada periode laporan didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar Rp 223,83 triliun atau meningkat 69,60 % secara tahunan.
Peneliti Perpajakan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan ada banyak hal yang menyebabkan kenaikan restitusi pajak. Namun, ia menduga bahwa kenaikan restitusi ini juga berasal dari PT Pertamina (Persero) yang mengajukan restitusi pajak.
Baca Juga: Naik 42,9%, Restitusi Pajak Hingga Desember 2022 Tembus Rp 280,41 Triliun
"Memang extraordinary ya, bisa tanyakan langsung ke DJP (Direktorat Jenderal Pajak), kabarnya ada restitusi pertamina yang nilainya Rp 90 triliun," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (16/1).
Namun saat dikonfirmasi terkait pengajuan restitusi PT Pertamina, DJP belum menjawab pertanyaan yang diberikan Kontan.co.id. Saat dikonfirmasi ke PT Pertamina, pihaknya juga belum membenarkan terkait data restitusi tersebut.
"Sejauh ini tidak ada hal tersebut di Pertamina," kata Corporate Communication Heppy Wulansari kepada Kontan.co.id, Selasa (16/1).
Hanya saja, Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan, restitusi PPN dimungkinkan karena sistem PPN pengkreditan yang diatur dalam perundang-undangan PPN di Indonesia.
Baca Juga: Pemerintah akan Susun RPP tentang Tarif Pemotongan PPh 21
"Besar kecilnya nilai restitusi PPN tidak dipengaruhi oleh variabel ekonomi tetapi variasi transaksi yang terutang PPN oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)," kata Bonar.
Oleh karena itu, Bonar menerangkan, naik turunnya nilai restitusi tidak menggambarkan atau mengindikasikan fenomena ekonomi, sehingga nilai restitusi PPN yang naik pada Desember 2022 tidak menggambarkan fenomena ekonomi tertentu.
Ditanya soal dampak restitusi ke penerimaan pajak, Fajry mengatakan memang pada dasarnya restitusi merupakan hak bagi wajib pajak. Oleh karena itu, menurutnya target pencapaian penerimaan pajak seharusnya tidak boleh mempengaruhi wajib pajak dalam memenuhi haknya tersebut.
"Pemenuhan target pajak dan hak restitusi pajak wajib pajak harusnya adalah dua hal yang tak berkaitan," terang Fajry.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institue (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan hal senada. Prianto bilang, restitusi pajak memang terjadi setiap tahun lantaran pajak yang dibayar lebih besar dari nilai yang seharusnya terutang.
Baca Juga: Realisasi Restitusi Pajak Naik Jelang Akhir Tahun, Ini Kata Pengamat
Adapun jenisnya dapat berupa pajak penghasilan (PPh) badan (Pasal 25/29) dan PPN. Ia menjelaskan, PPh badan di restitusi tahunan lantaran ada hasil pemeriksaan atau hasil dari proses sengketa pajak.
Sedangkan PPN direstitusi lantaran alasan seperti kasus PPh Badan atau karena PKP berisiko rendah atau dikategorikan sebagai WP patuh. "Berdasarkan hal tersebut, target penerimaan pajak 2023 diyakini tidak akan terganggu karena sudah dikalkulasi," katanya.
Prianto melihat, jika trend usaha dan ekonomi saat ini semakin pulih dan profitabilitas perusahaan semakin normal, maka pajak lebih bayar (restitusi) juga akan menurun. Namun sebagai konsekuensi, PPh badan dan PPN akan kurang bayar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News