Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Adapun pemerintah memprediksi shortfall pajak sampai dengan akhir tahun lebih dari Rp 140 triliun. Untuk mengatasinya, pemerintah dalam dua bulan terakhir berupaya memaksimalkan peninjauan dan menjamak basis pajak yang belum digarap dengan memanfaatkan data dan informasi yang dimiliki dengan intensifikasi serta ekstensifikasi.
Suryo memaparkan intensifikasi yang akan dilakukan adalah menggunakan data yang diperoleh dari internal DJP maupun pihak ketiga sebagai dasar untuk melakukan pendekatan ke wajib pajak terdaftar namun belum tertib membayar kewajiban.
Baca Juga: Hingga Oktober, defisit APBN mencapai Rp 289 triliun
Dari sisi ekstensifikasi, DJP akan berupaya mencari WP baru yang belum terdaftar, sehingga diharapkan menambah pundi-pundi penerimaan pajak.
“Kami juga perlu klarifikasi soal kualitas data yang dihimpun seperti apa, memastikan data yang akan digunakan bisa tepat sasaran terhadap proyeksinya,” ujar Suryo.
Di sisi lain, ekstra effort yang akan dilakukan pihaknya adalah memanfaatkan potensi dari PPh Pasal 21 dan PPh Badan yang dilihat sudah rebound atau mulai membaik pada Oktober di banding September. Di mana secara berturut-turut pertumbuhan secara bulanannya adalah 10,42% dan 8,54%.
Suryo menjelaskan, dari sisi PPH Pasal 21 atau pajak atas karyawan ke depan bisa mocer karena tingkat serapan tenaga kerja mulai tumbuh di awal kuartal IV-2019 dibanding kuartal III-2019. Pertumbuhan meningkat di Oktober, pembayaran bonus oleh beberapa WP dominan.
Baca Juga: Bahana Sekuritas pangkas proyeksi IHSG hingga akhir tahun menjadi 6.085