Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat hingga Juli 2019 sudah dibangun 600.000 unit lebih rumah dalam program sejuta rumah (PSR). Pihaknya menargetkan PSR tahun ini dapat terbangun 1.250.000 unit rumah.
"Harapan kami untuk 2019 ini 1,2 juta rumah. Sampai dengan Juli ini sudah tercapai 601.205 rumah," kata Direktur Perencanaan Penyediaan Perumahan, Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Dwityo Akoro Soeranto, saat diskusi Asia Pasific Housing Forum Indonesia, Kamis (25/7).
Baca Juga: BTN gandeng TNI untuk tingkatkan penyaluran kredit pemilikan rumah
Dwityo mengatakan terdapat beberapa kendala dalam program PSR ini. Pertama, terbatasnya lahan yang terjangkau. Kedua, mahalnya bahan bangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ketiga, penerapan regulasi yang belum efektif. Keempat, terbatasnya kemampuan pendanaan pemerintah.
Atas kendala tersebut, Kementerian PUPR melakukan sejumlah upaya. Dalam mengatasi terbatasnya lahan yang terjangkau, Pemerintah melakukan pendataan dan verifikasi lahan potensial bekas lahan yang digunakan Pemerintah dan Pemerintah daerah, penyediaan lahan untuk perumahan terjangkau di lokasi strategis atau bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Baca Juga: Pasar Keramilk Arwana Citramulia (ARNA) Semakin Bernas
Selanjutnya, dalam mengatasi mahalnya bahan bangunan, pemerintah melakukan riset dan penelitian pengembangan (litbang) mengenai penggunaan teknologi baru. Serta pengembangan teknologi material alternatif.
Kemudian, untuk mengatasi penerapan regulasi yang belum efektif, pemerintah mengoptimalkan implementasi regulasi yang ada, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) nomor 64 tahun 2016 tentang pembangunan perumahan MBR dan Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2016 tentang penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan.
Baca Juga: Menteri PUPR menyebut permintaan rumah subsidi terus bertambah
Selain itu, terkait terbatasnya pendanaan, pemerintah mengupayakan pembiayaan dari non-APBN, misalnya dengan kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). "Kementerian PUPR menyatakan akan tetap melanjutkan program satu juta rumah," ucap dia.
Selain upaya itu, Kementerian PUPR mendorong upaya kolaborasi dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk pembangunan perumahan. Salah satunya melalui pembangunan perumahan berbasis komunitas atau kelompok profesi.
Sementara itu, praktisi perencana kota Jo Santoso mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal dalam pengembangan sistem penyediaan perumahan.
"Kolaborasi yang harus dibangun tidak hanya untuk efisiensi saja, bukan hanya pelaksanaan program. Kita harus punya konsensus menyesuaikan region per region (wilayah per wilayah)," kata Jo.
Baca Juga: BTN targetkan outstanding KPR Gaess capai Rp 7 triliun di akhir tahun ini
Pertama, melakukan identifikasi masalah mengapa dengan sistem penyediaan rumah yang ada, rumah yang layak semakin tidak terjangkau bagi sebagian besar anggota masyarakat.
Terutama harus diketahui keterkaitan sistem penyediaan perumahan dengan sistem produksi dan reproduksi serta sistem metabolisme kota.
Kedua, berdasarkan analisisnya terhadap kemampuan para stakeholder dan potensi daerah disatu pihak dan kebutuhan spesifik kelompok masyarakat yang membutuhkan rumah dilain pihak, perlu dikembangkan model-model penyediaan perumahan dengan tujuan menjabarkan secara rinci apa yang harus dilakukan untuk dapat menyediakan komponen perumahan yang dibutuhkan.
Baca Juga: Harga baru rumah subsidi tak jelas, REI: 5.000 pengembang berhenti operasi
Komponen itu terbagi menjadi komponen tanah, bangunan rumah, infrastruktur, fasilitas, pendanaan dan sumber daya manusia.
Ketiga, menganalisa dari bawah ke atas dengan melakukan identifikasi stakeholder yang terlibat dalam setiap model penyediaan perumahan dan menyusun kerangka kolaborasi berdasarkan konsensus antara semua pihak.
Selain itu, analisa dari atas ke bawah dengan mengidentifikasi keterkaitan setiap model dengan sistem metabolismus kota, sistem produksi dan reproduksi. Serta membuat daftar dari proses "diskoppeling" yang perlu dilakukan untuk mendirikan sistem penyediaan perumahan yang otonom.
Baca Juga: Kementerian PUPR: Jumlah backlog rumah capai 7,6 juta unit per 8 Maret 2019
"Aktor utama dari pembangunan dan pengelolaan perumahan itu adalah daerah. Selama Indonesia belum bisa mendesentralisir sistem perumahannya di daerah, kita tidak akan selesai dengan masalah perumahan kita," tutur Jo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News