Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mencapai Rp 2.046 triliun atau setara 83,1% dari pagu APBN 2019 yakni sebesar Rp 2.461,11 triliun.
Secara tahunan, belanja negara tumbuh 5,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan belanja negara ditopang oleh serapan belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.293,2 triliun atau tumbuh 5,5% year on year (yoy).
Baca Juga: Tahu soal masalah Jiwasraya sejak 2009, ini cerita Sri Mulyani
Realisasi belanja pemerintah pusat terdiri belanja kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 717,8 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp 575,4 triliun. Secara keseluruhan, belanja pemerintah pusat telah memenuhi 79,1% dari pagu yang ditetapkan yakni senilai Rp 1.634,34 triliun untuk sepanjang 2019.
Sementara, belanja untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) mencapai Rp 261,7 triliun atau tumbuh 3,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi TKDD tersebut memenuhi 31,7% dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2019 sebesar Rp 826,77 triliun.
Realisasi TKDD meliputi transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 752,8 triliun atau 91,1% dari target. Adapun penyaluran dana desa mencapai Rp 63,6 triliun atau 90,9% dari target dalam APBN 2019.
Baca Juga: Tutupi bolong penerimaan pajak, pemerintah andalkan pajak karyawan dan pajak badan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (19/12), mengakui, pertumbuhan belanja pemerintah pusat yang hanya 5,5% mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 16,7%.
Namun perlambatan ini lebih dipicu oleh realisasi belanja non-K/L yang tumbuh jauh lebih kecil yaitu 2,9% yoy, dibandingkan pertumbuhan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 23%.
“Jadi belanja tumbuhnya turun lebih karena penyaluran subsidi energi yang tumbuh negatif. Belanja K/L masih tumbuh relatif stabil,” ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Restitusi pajak membesar, penerimaan pajak melorot
Realisasi subsidi energi mengalami pertumbuhan negatif 5,3% yaitu hanya Rp 123,6 triliun atau 77,2% dari pagu yang dipatok sebesar Rp 160 triliun.
Sri Mulyani menyebut, realisasi subsidi energi yang lebih rendah sepanjang tahun ini disebabkan oleh harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang di bawah asumsi, serta apresiasi nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Kemenkeu siapkan perubahan skema penyaluran dana desa untuk tahun 2020
Hingga 16 Desember lalu, harga ICP hanya menyentuh US$ 61,9 per barel, jauh di bawah asumsi sebesar US$ 70 per barel. Sementara, kurs rupiah tercatat Rp 14.152 secara year-to-date (ytd), juga jauh lebih rendah dari asumsi dalam APBN 2019 yang sebesar Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News