Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan penurunan penerimaan beberapa jenis pajak bisa mengindikasikan bahwa mulai terjadi tekanan pada aktivitas belanja masyarakat.
Ia menilai, dampak naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), dan inflasi pangan membuat masyarakat menunda belanja terutama kebutuhan sekunder.
Terlebih lagi, masyarakat kelas menengah atas yang lebih aware terhadap risiko resesi akan melakukan antisipasi dengan memperbanyak investasi di aset aman.
"Kalau trennya terus terjadi, tax ratio bisa ikut tergerus. Pemerintah harus lakukan upaya untuk menjaga konsumsi rumah tangga," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (28/10).
Baca Juga: Target Penerimaan Pajak Tahun Depan Penuh Tantangan
Bhima menambahkan, PPN biasanya akan sejalan dengan aktivitas perdagangan, termasuk impor. Apabila ditelisik, 30% impor barang non migas Indonesia berasal dari China, sehingga efek lockdown di China juga membuat pengiriman barang mengalami delay.
"Sekaligus ada selisih kurs yang membuat biaya impor naik maka prospek PPN sebenarnya bisa melambat,"katanya.
Menurutnya, kenaikan tarif PPN yang sebesar 11% pada April yang lalu menimbulkan low base effect karena puncak pandemi konsumsi turun tajam. Untuk itu, dirinya menilai butuh waktu lebih lama untuk bisa rebound penerimaan PPN dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
"Saran ke pemerintah, PPN jangan naik lagi ke 12% sesuai UU HPP, karena kenaikan tarif juga sensitif ke minat belanja masyarakat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News