Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Perolehan suara setiap partai politik peserta Pemilu 2014, sampai saat ini belum selesai direkapitulasi di Komisi Pemilihan Umum. Baru hasil hitung cepat yang sudah bertebaran dari banyak lembaga.
Namun, perkiraan dari hitung cepat yang rata-rata berdasarkan data exit poll dan quick count sudah bisa memberikan gambaran perhitungan sangat awal tentang wajah partai yang akan menghiasi Senayan untuk periode mendatang.
Belajar dari pengalaman Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, perolehan suara yang berselisih jauh di antara dua partai belum tentu memastikan perolehan kursi di DPR juga pasti berselisih jauh. Bahkan, bisa jadi akumulasi perolehan kursi di tingkat nasional dari partai yang suaranya jauh lebih sedikit justru mendapatkan jumlah kursi DPR lebih banyak. Bagaimana bisa?
Tak selalu samanya proporsi perolehan suara dengan kursi DPR merupakan imbas dari sistem pemilu, yang salah satunya adalah menggunakan sistem suara terbanyak serta perhitungan sisa suara dan sisa kursi dibagi habis di daerah pemilihan. Simulasi sederhana akan memberikan gambaran lebih jelas.
Partai yang bisa punya wakil di DPR
Langkah pertama terkait pembagian kursi DPR adalah menghitung suara sah di tingkat nasional. Semua suara sah baik untuk partai politik maupun calon anggota legislatif, dikumpulkan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Setelah terkumpul seluruh suara sah se-Indonesia, ditentukanlah partai politik yang dapat mengirimkan wakilnya ke DPR. Istilahnya, menyortir partai politik menggunakan ambang batas yang dikenal sebagai parliamentary treshold.
Berdasarkan Pasal 208 UU Pemilu 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, ambang batas ini ditetapkan 3,5 persen suara sah. Mengacu pada pasal ini, semua partai yang perolehan suara sahnya di tingkah nasional minimal 3,5 persen total suara, dapat mengirimkan wakilnya ke DPR. Ketemulah jumlah partai yang berhak mengikuti pembagian kursi di tingkat daerah pemilihan.
Bilangan pembagi pemilih
Katakanlah dari penghitungan di tingkat nasional, ada 6 partai politik yang memenuhi ambang batas untuk memiliki anggota DPR. Pasal 211 ayat 1 UU 8 Tahun 2012 menyatakan pembagian alokasi kursi dalam Pemilu Legislatif 2014 habis dilakukan di masing-masing daerah pemilihan.
Maka, suara sah partai politik dan calon anggota legislatif di daerah itu dihitung ulang dengan "menyingkirkan" suara partai dan calon anggota legislatif dari partai yang tak lolos parliamentary treshold. Sebutlah tinggal satu juta suara sah.
Pasal 22 UU 8 Tahun 2012 mengatur setiap daerah pemilihan dapat memiliki alokasi kursi antara 3 sampai dengan 10. Misal sebagai contoh sebuah daerah pemilihan mendapat alokasi 6 kursi DPR.
Saatnya sekarang bicara soal bilangan pembagi pemilih (BPP), sebagai kunci pembagian kursi DPR. Berdasarkan pasal 209 ayat 3 UU 8 Tahun 2012, BPP adalah suara sah pemilu legislatif di daerah pemilihan itu yang sudah dikurangi suara partai berikut calegnya yang tak lolos ke Senayan, dibagi dengan alokasi kursi ini.
Menggunakan contoh angka di atas, BPP yang didapat adalah satu juta dibagi 6, alias 167.000 suara. Inilah harga kursi di daerah pemilihan itu.
Pembagian kursi
Setelah ketemu angka BPP tersebut, kembali ke daftar perolehan suara partai politik yang bisa mendapatkan kursi. Dalam contoh yang kita pakai ini katakanlah ada 6 partai politik.
Untuk mempermudah perhitungan, misalkan 6 partai itu mendapatkan suara sebagai berikut:
1. Partai Satu: 260.000 suara
2. Partai Dua: 250.000 suara
3. Partai Tiga: 110.000 suara
4. Partai Empat: 115.000 suara
5. Partai Lima: 125.000 suara
6. Partai Enam: 140.000 suara
Partai yang memenuhi BPP, langsung mendapatkan kursi berdasarkan kelipatan BPP. Dari data di atas maka partai politik yang langsung mendapatkan pembagian kursi adalah hanyalah Partai Satu dan Partai Dua, masing-masing mendapatkan satu kursi.
Bila perhitungan partai yang lolos, BPP, maupun pembagian alokasi kursi menggunakan gabungan suara dari coblosan di lambang partai dan coblosan pada nama calon anggota legislatif, maka calon legislatif terpilih ditentukan berdasarkan urutan suara terbanyak yang didapat dari coblosan untuk masing-masing calon dari partai yang mendapat alokasi kursi.
Suara dan kursi sisa
Dari perhitungan pertama di atas, masih ada empat alokasi kursi yang belum terpakai. Sisa kursi ini dalam rezim UU 8 Tahun 2012 juga habis dibagi di daerah pemilihan. Caranya?
Dari data di atas, masing-masing partai menyisakan suara sebagai berikut:
1. Partai Satu: 93.000 suara
2. Partai Dua: 83.000 suara
3. Partai Tiga: 110.000 suara
4. Partai Empat: 115.000 suara
5. Partai Lima: 125.000 suara
6. Partai Enam: 140.000 suara
Bila pada Pemilu 2009 sisa suara dan sisa kursi dibawa terlebih dahulu ke provinsi, digabung dengan sisa kursi dan sisa suara dari semua daerah pemilihan di provinsi tersebut untuk ditetapkan BPP baru dan sisa kursi dihabiskan di tingkat provinsi, maka pada Pemilu 2014 sisa kursi ini langsung saja dibagi di daerah pemilihan berdasarkan urutsan sisa suara terbanyak.
Maka, empat alokasi sisa kursi berdasarkan ketentuan Pasal 212 huruf c UU 8 Tahun 2012 ini diberikan kepada Partai Enam, Partai Lima, Partai Empat, dan Partai Tiga. Sehingga, total perolehan kursi dari enam partai dalam simulasi ini menjadi setiap partai hanya mendapatkan satu kursi.
Jangan buru-buru GR
Simulasi ini memang hanya menggunakan angka fiktif. Namun, bila menggunakan data hitung cepat Kompas, misalnya, peta perkiraan suara akan tergambar hanya PDI-P yang melejit di atas, berselisih cukup besar dengan Partai Golkar di tempat kedua.
Partai Golkar dengan Partai Gerindra yang menempati perkiraan peringkat ketiga juga berselisih suara cukup besar. Sedangkan partai lain yang diperkirakan lolos parliamentary treshold, memliki angka yang rapat dan berdekatan persentasenya.
Dari simulasi ini, kemungkinan suara terbesar tidak akan memberikan selisih kursi yang besar tergambar. Artinya, jangan besar kepala dulu dengan capaian suara. Jangan-jangan, kalaupun lolos di hitungan tahap pertama, jumlah kursi yang didapat pun dikejar oleh partai yang berselisih jauh persentase perolehan suaranya.
Dalam bahasa vulgar, jangan besar kepala dulu. Peta koalisi pun harus berhitung cermat sampai ke persentase perolehan kursi ini, karena syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden menurut Pasal 9 UU 42 Tahun 2008 adalah 25 persen suara sah atau 20 persen kursi DPR. Nah. (Palupi Annisa Auliani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News