Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan menargetkan rasio utang pemerintah pada 2026 kisaran 39,66% hingga 39,73% dari produk bruto (PDB).
Target tersebut lebih tinggi dari target dalam APBN 2025 sebesar 39,43% dari PDB, meski lebih rendah dari usulan awal dalam target pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 yang sebesar 39,69%–39,85% dari PDB.
Target tersebut diungkapkan Wakil Menteri Keuangan III Thomas Djiwandono saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/7).
Meski demikian, Thomas tidak membeberkan penyebab rasio utang tersebut meningkat. Padahal, rasio belanja negara dalam KEM-PPKF diproyeksikan turun ke kisaran 14,19% hingga 14,75% pada 2026. Sebagai perbandingan, rasio belanja dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar 14,89% dari PDB.
Baca Juga: Target Rasio Utang di Bawah 40% PDB Terancam Meleset, Ini Peringatan AMRO
“Rasio utang terhadap PDB dengan range 39,66% hingga 39,73%,” kata Thomas.
Meski demikian, Thomas memastikan pengelolaan pembiayaan utang atau anggaran akan dilakukan secara kreatif, inklusif, dan risiko yang prudent, dengan indikator imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN) dengan kisaran 6,6% hingga 7,2%.
Bila melihat batas atasnya, tercatat lebih tinggi dari target imbal hasil 10 tahun dalam APBN 2025 sebesar 7%, dan lebih tinggi dari target 2025 sebesar 6,7%.
Sejalan dengan itu, Pemerintah Indonesia juga akan dihadapkan pada beban utang jatuh tempo yang sangat besar pada tahun 2026.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang diterima Kontan, nilai utang jatuh tempo pada tahun tersebut mencapai Rp 833,96 triliun, tertinggi dalam periode 2025 hingga 2036.
Jumlah ini bahkan melampaui beban utang jatuh tempo pada 2025 yang tercatat sebesar Rp 800,33 triliun.
Jika dibandingkan dengan data per 30 April 2024, angka utang jatuh tempo tahun 2026 juga mengalami kenaikan signifikan dari sebelumnya Rp 803,19 triliun.
Setelah puncak pada 2026, beban utang diproyeksikan perlahan menurun. Pada 2027, utang jatuh tempo tercatat sebesar Rp 821,60 triliun, kemudian menjadi Rp 794,42 triliun pada 2028, dan Rp 749,71 triliun pada 2029.
Baca Juga: Bank Dunia Ramal Rasio Utang RI Naik Jadi 40,1% dari PDB, Defisit APBN Bisa Bengkak
Lonjakan utang jatuh tempo pada 2026 sebagian besar disebabkan oleh akumulasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk di dalamnya adalah SBN hasil kerja sama burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) selama masa pandemi.
Adapun rincian jatuh tempo SBN burden sharing tersebut adalah sebesar Rp 100 triliun pada 2025, Rp 154,5 triliun pada 2026, dan Rp 210,5 triliun pada 2027.
Selain itu, pemerintah juga memiliki kewajiban pembayaran ke BI sebesar Rp 208,06 triliun pada 2028, Rp 107,50 triliun pada 2029, dan Rp 56 triliun pada 2030.
Secara keseluruhan, total utang jatuh tempo pemerintah selama periode 2025–2029 diperkirakan mendekati Rp 4.000 triliun.
Selanjutnya: Kupon SBR014 Lebih Rendah dari Sebelumnya, Perhatikan Keunggulan dan Prospeknya
Menarik Dibaca: Bentuk Ekosistem Perbankan, Bank Muamalat Gandeng Jaringan Sekolah Islam Terpadu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News