Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja penerimaan pajak yang mencatatkan banyak shortfall nyatanya menyebabkan realisasi tax ratio 2019 di bawah outlook yang ditentukan yakni di level 11,1%. Namun demikian, basis pencapaian tahun lalu tidak merubah optimisme pemerintah yang berharap tax ratio pada 2020 mencapai 11,6%.
Dengan menggunakan asumsi perhitungan rasio pajak secara luas yakni kalkulasi antara realisasi produk domestik bruto (PDB) 2019 sebesar Rp 15.833,9 triliun dan penerimaan perpajakan Rp 1.545,3 triliun ditambah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) Rp 154,1 triliun, sehingga penerimaan ketiganya sebesar Rp 1.699,4 triliun, maka rasio pajak tahun lalu sebesar 10,73% terhadap PDB.
Sebelumnya, Mantan Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Asral mengatakan tax ratio sebesar 11,5% pada tahun fiskal 2018 tidak mampu diulang pada tahun lalu.
Baca Juga: Menimbang pemangkasan tarif PPh Badan dalam Omnibus Law Perpajakan
Terlebih realisasi penerimaan pajak tahun lalu hanya mencapai Rp 1.332,1 triliun setara 84,4% dari target dan hanya tumbuh 1,4% year on year (yoy).
Adapun target penerimaan pajak di tahun 2020 sebesar Rp 1.642,57 triliun. Artinya, dari pencapaian tahun lalu, realisasi pendapatan pajak harus tumbuh 23,3% secara tahunan.
Otoritas pajak pun tidak berdalih, bahwa tantangan global dan domestik tahun ini masih menjadi bayang-bayang penerimaan pajak.
Yon yang saat ini sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak bilang untuk mengejar target penerimaan pajak di tahun ini pihaknya akan menjalankan tiga strategi.
Baca Juga: Hipmi dukung pemerintah turunkan PPh badan jadi 20%
Pertama, memacu kepatuhan wajib pajak dengan cara mempermudah pelayanan, termasuk cara pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT).
Kedua, menambah 18 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menjaring besarnya potensi wajib pajak baru. Ketiga, pemanfaatan data Automatic Exchange of Information (AEoI), informasi data rekening di atas Rp 1 miliar, dan data informasi pihak ketiga.
Ketiga cara ini diyakini dapat meningkatkan penerimaan pajak di 2020, sehingga tax ratio bisa sesuai target. Namun, Yon memahami tantangan realisasi pajak di tahun ini masih banyak. “Pelayanan akan lebih baik, penerimaan berasal dari compliance khususnya akan dipermudah,” kata Yon.
Di sisi lain, Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai target tax ratio yang berakan dari target penerimaan pajak tidak mungkin tercapai di tahun ini.
Baca Juga: Inilah gambaran isi 23 pasal draf RUU Omnibus Law Perpajakan
Menurut Ajib, seharusnya penerimaan pajak hanya tumbuh sekitar 8,6% dari realisasi penerimaan pajak tahun lalu. Angka ini berasal dari asumsi inflasi 3,3% dan PDB 5,3% tahun ini.
“Pemerintah harus setuju, dari awal membuat target tidak pernah tercapai, karena berdasarkan pengeluaran negara. Pemerintah harus jujur, itulah yang membuat tax ratio tidak tercapai. Akhirnya nanti malah utang,” kata Ajib kepada Kontan.co.id, Kamis (6/2).
Namun demikian, Ajib memahami penerimaan pajak di tahun ini masuk dihantui oleh berbagai sentimen. Setali tiga uang, Ajib menilai strategi yang patut dilakukan di tahun ini adalah mengejar Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) yang cenderung stabil dengan terpaan sentimen global.
Caranya, pemerintah perlu menerapkan wacana pembentukan single identification number (SIN) atau sistem identifikasi satu nomor kepada Wajib Pajak (WP) dinilai ampuh mendongkrak penerimaan pajak. Kata Ajib, SIN bisa dimanfaatkan sebagai basis data yang berguna menyisir WP OP.
Baca Juga: Siap-siap, Kemenkeu bakal kenakan PPh, PPN, dan bea masuk bagi platform digital asing
“Fokus WP OP yang dalam negeri dulu, karena juga belum terjamah. Ini untuk keadilan antar wajib pajak. Rasio WP OP masih rendah karena sistem pajak kan juga self assessment,” ujar Ajib.
Ajib menegaskan bila target penerimaan pajak tidak diturunkan maka tax ratio 2020 sulit tercapai. Di sisi lain, Hipmi mengimbau jangan sampai di akhir tahun nanti otoritas perpajakan mengejar WP tanpa pertimbangan yang matang.
“Aspek piskologisnya KPP untuk mencapai target yang terlalu tinggi akan ngasal memeriksa WP. Beberapa tahun kebelakang cara kerja petugas pajak membabibuta, setiap Oktober-Desember, WP dikejar-kejar karena targetnya ketinggian,” kata Ajib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News