Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) semakin yakin menegaskan kewajiban perpajakan untuk platform digital luar negeri. Ini atas pertimbangan bahwa sudah banyak perusahaan digital yang memperoleh keuntungan ekonomi atas transaksi di Indonesia. Beleid tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau RUU omnibus law perpajakan.
Berdasarkan naskah akademik RUU omnibus law perpajakan yang dihimpun Kontan.co.id, sebagai salah satu payung hukum, Kemenkeu bakal meramu kembali Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca Juga: Bila PPh badan turun 20%, potensi kehilangan penerimaan mencapai Rp 87 triliun
Spesifiknya, Kemenkeu mengkaji bahwa asal 40 ayat (2), (2a), dan (2b) UU ITE belum memberikan pengaturan secara spesifik mengenai sanksi dalam hal platform asing tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
“Dengan demikian, diperlukan muatan pengaturan tentang penunjukan platform asing sebagai pemungut dan penyetor pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), dan bea masuk. Sehingga, diperlukan suatu pengaturan mengenai sanksi dalam hal platform asing tidak melaksanakan kewajiban sebagai pemungut dan penyetor PPN, PPh, dan bea masuk,” jelas naskah akademik RUU omnibus law perpajakan seperti dikutip Kontan.co.id.
Informasi saja, saat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan RUU omnibus law perpajakan pertama kalinya pada awal September 2019, pemerintah baru berencana akan menarik PPN atas perusahaan digital luar negeri.
Sementara, untuk menarik PPh akan menunggu konsensus perpajakan digital dari Organization of Economic Cooperation and Development (OECD).