Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para investor dinilai tidak perlu khawatir pasca adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Para pemodal disebut tetap memperoleh kepastian hukum dengan payung hukum UU Cipta kerja dan peraturan-peraturan yang sudah dikeluarkan, sehingga investasi dapat berjalan seraya Pembentuk Undang Undang memperbaiki UU tersebut dalam kurun waktu maksimal dua tahun.
Sebagaimana diketahui, inti amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku sepanjang akan dilakukan perbaikan dalam tata pembentukan. MK memberikan waktu 2 tahun kepada pembentuk UU melakukan perbaikan tata cara pembentukan UU Cipta Kerja, bila tidak maka dinyatakan kinskonstitusional permanen dan pengaturan UU lama berlaku kembali.
Amar putusan MK juga menangguhkan segala tindakan bersifat strategis dan berdampak luas dan tidak dibolehkan membentuk peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja pasca putusan MK tersebut.
Baca Juga: Pemerintah masih lihat perkembangan pandemi sebelum lakukan moratorium PKPU
Ketua Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia Guntur Subagja Mahardika mengungkapkan perlu strategi efektif mengimplementasikan putusan MK dengan tetap menciptakan iklim investasi yang kondusif dan kepastian hukum kepada para investor baik yang sudah maupun yang akan menanamkan modalnya di Indonesia.
“Kita harus memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi nasional setelah terpuruk di tengah pandemi covid-19. Selain melihat aspek prosedur formal, perlu juga mempertimbangkan aspek kemanfaatan bagi masyarakat, bangsa, dan negara,” kata dia dalam keterangannya, Kamis (9/12).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Nasional Prof Dr Basuki Rekso Wibowo menambahkan putusan MK tidak membatalkan materi muatan UU Cipta Kerja. UU tersebut tetap berlaku, termasuk seluruh peraturan pelaksanaannya sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan putusan MK.
“Pemerintah dalam waktu dua tahun terhitung sejak putusan MK diucapkan, masih tetap dapat bekerja dan menjalankan semua program maupun kebijakannya berdasarkan UU Cipta Kerja dan peraturannya,” papar Basuki.
Baca Juga: Jokowi dorong UU Perampasan Aset Tindak Pidana rampung tahun depan
Kendati begitu, Basuki menyebutkan tidak ada salahnya apabila Pembentuk UU Cipta Kerja melakukan perubahan terhadap ketentuan-ketentuan dalam UU Cipta Kerja, yang mendapat sorotan dan resistensi dari berbagai pihak.
Sementara Direktur ICLD Fitriani Ahlan Sjarif melakukan analisis cost and benefit terhadap putusan MK terhadap UU Cipta Kerja tersebut. Keuntungannya, jelas Fitriani, pertama sistem hukum dapat diperbaiki. Kedua, teknik dan proses harus menjadi hal penting dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Pembuat UU menjadi lebih hati-hati, dan pembelajaran pada masyarakat untuk semangat mendampingi proses. “Kerugiannya, ketidakpercayaan pada hukum Indonesia, investasi jadi tersendat,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Meski begitu, Fitriani memastikan kepastian hukum untuk investor, ada dasarnya dan payung hukumnya. “UU berlaku, Peraturan Pemerintah berlaku, eksisting UU bisa berjala sebagaimana yang ada sekarang, sampai batas waktu perbaikan,” jelasnya.
Di sisi lain Dekan FH Universitas Krisnadwipayana Firman Wijaya menyoroti desenting opinion hakim MK dalam Putusan MKRI No. 91/PUU-XVIII/2020, dimana sebanyak 5 hakim posisi opini Kabul dan 4 hakim posisi opini Tolak. Tidak hanya di hakim MK, Firman juga melihat perbedaan pendapat para mantan Ketua MK dalam sejumlah publikasi media.
“Dari desenting opinion ini terdapat lima masalah yang diidentifikasi dan perlu diatasi yakni problem policy, problem persepsi, problem arogansi, problem koordinasi, dan problem implementasi,” tegas Firman Wijaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News