kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Pungutan pajak orang kaya belum optimal


Senin, 14 Agustus 2017 / 08:17 WIB
Pungutan pajak orang kaya belum optimal


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Pemerintah mengakui kemampuan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengoleksi penerimaan negara masih kurang optimal, terutama di kelompok terkaya. Penyebabnya tak lain karena skema tarif pajak penghasilan (PPh) di Indonesia masih terlalu sederhana dan belum mencerminkan asas keadilan. Padahal, PPh saat ini memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan pajak.

Pengakuan itu muncul dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, kemampuan menghimpun pajak masih kurang, terutama pada kelompok terkaya. "Persoalannya, apakah pada lapisan terkaya paling atas,  kita mampu mengumpulkan pajak dengan maksimal atau tidak," katanya, Jumat (11/8).

Oleh karena itu, menurut Sri Mulyani, Kemkeu tengah merumuskan perbaikan kebijakan pajak. "Hari-hari ini saya sudah minta tim pajak untuk melihat praktik kebijakan pajak di dunia. Apakah ada area Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPh, baik individu maupun korporasi, yang masih bisa diperbaiki sehingga kita bisa menjalankan fungsi keadilan," ucapnya.

Seperti diketahui, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat penerimaan pajak hingga akhir Juli 2017 sebesar Rp 601,1 triliun . Jumlah itu tumbuh 12,4% year on year (yoy). Dari jumlah itu penerimaan PPh Non Migas berkontribusi Rp 336,1 triliun, tumbuh 8,7% yoy.

Saat ini skema tarif PPh individu di Indonesia memiliki empat lapisan atau layer. Penghasilan hingga Rp 50 juta per tahun terkena tarif pajak  5%. Lalu penghasilan di atas Rp 50 juta, tetapi di bawah Rp 250 juta, tarif PPh-nya 15%. Kemudian, penghasilan di atas Rp 250 juta, tetapi di bawah Rp 500 juta terkena tarif PPh 25%. Sementara penghasilan di atas Rp 500 juta harus membayar tarif pajak 30%.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, pengenaan empat layer PPh itu belum mendorong pemerataan. Apalagi tarif tertinggi justru dikenakan pada lapis penghasilan yang melebihi Rp 500 juta. "Apalagi banyak passive income yang telah dipotong PPh Final dengan tarif rendah, meski sebagian terlalu tinggi. Deposito misalnya, bunganya dikenai tarif final tunggal 20%, tak membedakan nilai simpanan. Termasuk saham, tabungan, dan lain," ujarnya.

Dengan empat lapisan itu, menurutnya, orang kaya dengan mudah mengakali pajak dan menggeser ke witholding tax karena lebih rendah tarifnya. Dengan tarif tinggi, pada orang kaya akan memanfaatkan lubang (loopholes) dan melakukan tax planning. "Seharusnya pemerintah mengantisipasi," tegas Yustinus.

Dia menyarankan pemerintah membuat kebijakan pajak lebih progresif agar memproteksi kelas menengah. Lapisan tarif pajak harus diperbanyak dan batasan penghasilan diperluas lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×