Reporter: Siti Maghfirah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Presiden Joko Widodo meminta kepemilikan saham Indonesia dalam konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Jakarta - Bandung, ditinjau ulang. Pengurangan porsi saham diminta untuk menekan risiko kegagalan proyek.
Porsi kepemilikan saham Indonesia yang sebesar 60% di proyek ini dinilai terlalu besar. Sementara 40% lainnya dimiliki China Railway International.
Saat ini, 60% saham Indonesia di KCIC tersebut adalah milik PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Konsorsium ini merupakan gabungan dari empat BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya, PTPN VIII dan PT Jasa Marga.
Komposisi penyertaan saham PSBI adalah Wijaya Karya mempunyai 38% atau sebesar 1,71 triliun. Lalu KAI dan PTPN VIII sebesar 25% atau Rp 1,125 triliun. Sisanya, 12% atau Rp 540 miliar dimiliki Jasa Marga.
Salah satu BUMN yang tergabung dalam PSBI, KAI menyambut positif pengurangan nilai saham. Menurutnya, angka 60% tersebut memang dirasa terlalu besar dan berisiko tinggi.
"Magnitude investasi sangat besar. Jadi ini realistis untuk menekan resiko kegagalan proyek, memang harusnya dikurangi," ucap Direktur Keuangan KAI Didik Hartantyo saat dihubungi KONTAN, Jumat (28/7).
Dia mengatakan, sejak awal telah disepakati bahwa kesertaan BUMN dalam konsorsium ini tidak boleh mengganggu operasional masing-masing BUMN yang tergabung dalam PBSI. Karena, saham untuk konsorsium ini merupakan hasil optimalisasi aset. Sehingga, kegagalan proyek dapat mengganggu operasional KAI dalam skala besar.
Menurutnya, saat ini kajian sedang dibuat terkait dengan penyetoran saham. Mengenai isu bahwa penyertaan akan dikurangi hingga 10%, ia mengaku belum bisa menjawab. "Masih tunggu arahan pemerintah," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News