Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Meski sejumlah daftar invetaris masalah telah mencapai kata sepakat seperti penambahan jumlah kursi DPR. Namun pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu masih terganjal. Salah satu yang menjadi masalah krusial dan terus terjadi tarik ulur ialah Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold.
Dari beberapa poin krusial, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyoroti tiga poin penting yang diharapkan bisa dimusyawarahkan oleh panitia kerja (panja). Ia menyoroti tentang Parliamentary Threshold di kisaran 3,5 %.
Kemudian Presidential Threshold sebesar 20%-25%. Serta pembagian 15 kursi tambahan. "Kalau bisa itu segera dikompromikan, jika tidak segera diputuskan di paripurna. Sehingga pertengahan Juni bisa diputuskan dan diundangkan," tegas Tjahjo.
Jhony G. Plate yang merupakan anggota panja dari fraksi Nasional Demokrat menyatakan pihaknya melihat poin -poin yang masih akan dibahas tidak akan memakan waktu lama. Namun ia juga melihat bakal ada tarik ulur untuk poin Presidential Threshold.
"Memang presidential threshold akan cukup tarik ulur. Namun saya kira mayoritas fraksi akan setuju dengan Presidential threshold di 20% ,"kata Jhony.
Lain hal, Nizar Zahro anggota panja dari Fraksi Gerindra menyatakan pihaknya memastikan tidak akan menyetujui Presidential Threshold 20%- 25%. Namun untuk Parliamentery Threshold Gerindra setuju dikisaran 3,5%-4%.
"Presidential Threshold menginginkan nol persen, karena jumlah 20%-25% sudah tidak relevan lagi," tukas Nizar.
Diketahui saja, ada beberapa poin krusial yang menjadi tarik ulur antar fraksi. Poin tersebut antara lain:
1. Sistem Pemilu Anggota DPR dan DPRD
2. Ambang Batas Parlemen
3. Metode Konversi suara
4. Presidential Threshold
5. Persyaratan Partai Politik Peserta PemiluÂ
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News