Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fitch Ratings menilai kebijakan ekonomi Indonesia kemungkinan besar tidak akan berubah di bawah kepresidenan Prabowo Subianto.
Namun, mereka melihat ketidakpastian seputar kebijakan fiskal jangka menengah telah meningkat.
Menteri Pertahanan Prabowo telah mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden yang diadakan pada tanggal 14 Februari berdasarkan hasil 'hitung cepat' tidak resmi.
Jika dikonfirmasi, hasil ini akan menghindari perlunya kontes putaran kedua di bulan Juni dan mengurangi ketidakpastian politik jangka pendek.
Baca Juga: Kredit Perbankan Tumbuh Tinggi pada Awal Tahun, Ini Pendorongnya
Dalam risetnya, Selasa (20/2), Fitch mengantisipasi bahwa Prabowo akan mempertahankan fokus pada pembangunan infrastruktur, termasuk di ibu kota baru yang sedang dibangun.
Selain itu mempertahankan upaya pemerintah saat ini untuk mendukung hilirisasi komoditas dan memperluas manufaktur baterai dan kendaraan listrik.
"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB riil akan tetap berada di sekitar atau sedikit di atas 5% tahun ini dan tahun depan, yang akan sejalan dengan hasil sebelum pandemi," tulisnya.
Fitch memperkirakan pengaturan kebijakan moneter dan fiskal akan tetap mendukung stabilitas ekonomi makro, setidaknya selama sisa tahun ini.
Baca Juga: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3%-5,6% pada 2025 Dinilai Tak Realistis
Namun demikian, mereka percaya bahwa risiko fiskal jangka menengah telah meningkat, mengingat beberapa janji kampanye Prabowo, termasuk program makan siang dan susu gratis di sekolah yang dapat menelan biaya sekitar 2% dari PDB per tahun.
Menurut Fitch, pernyataan Prabowo bahwa Indonesia dapat mempertahankan rasio utang pemerintah/PDB yang jauh lebih tinggi juga menunjukkan risiko terhadap proyeksi fiskal dasarnya.
"Namun, ia juga menyerukan agar Indonesia meningkatkan pendapatan pemerintah terhadap PDB secara signifikan," paparnya.
Skenario dasar Fitch adalah utang pemerintah Indonesia akan tetap berada pada jalur penurunan yang bertahap. Hal ini mengasumsikan bahwa akan ada dukungan yang luas di parlemen baru untuk kebijakan fiskal yang hati-hati dan defisit fiskal di bawah 3% dari PDB.
Baca Juga: Defisit APBN 2024 Berpeluang Melebar Menjadi 2,8% dari PDB, Ini Sebabnya
Indonesia memiliki batasan defisit anggaran yang diamanatkan secara hukum sebesar 3% dari PDB, meskipun hal ini dilonggarkan untuk sementara waktu selama pandemi Covid-19.
Defisit fiskal dengan cepat diturunkan menjadi 1,7% dari PDB pada tahun 2023. Rekam jejak fiskal Indonesia yang kuat sebagian mencerminkan dukungan luas di seluruh spektrum politik untuk mematuhi pagu defisit.
Hasil awal dari pemilu legislatif yang juga diadakan pada 14 Februari mengindikasikan bahwa jika kemenangannya dikonfirmasi, Prabowo perlu membentuk koalisi multi-partai untuk memerintah dengan suara mayoritas.
Dalam penghitungan sementara pada tanggal 19 Februari, dengan lebih dari setengah suara yang telah dihitung, partai Gerindra-nya berada di posisi ketiga.
Hubungan Prabowo dengan presiden yang sedang menjabat, Joko Widodo, yang putranya merupakan calon wakil presiden dinilai dapat memfasilitasi upaya-upaya untuk membangun koalisi yang lebih luas.
Lebih dari 80% anggota legislatif di parlemen yang akan datang berasal dari partai-partai yang mendukung pemerintahan Jokowi.
Fitch mengafirmasi peringkat 'BBB' Indonesia dengan Outlook Stabil pada September 2023.
Baca Juga: Pemilu Lancar, Begini Prospek Pasar Properti dan KPR Tahun 2024
Pada saat itu Fitch menyebutkan bahwa peningkatan material dalam beban utang publik Indonesia, yang membawanya lebih dekat ke tingkat kategori 'BBB', dapat menyebabkan tindakan peringkat negatif.
Sebaliknya, peningkatan yang nyata pada rasio pendapatan/PDB pemerintah yang mendekati level negara-negara lain di Indonesia akan meningkatkan fleksibilitas keuangan publik dan memperkuat profil kredit Indonesia.
Menurutnya, ada kemungkinan bahwa pergantian kepemimpinan dapat mempengaruhi tren dalam metrik tata kelola pemerintahan Indonesia.
Skor Indikator Tata Kelola Bank Dunia untuk efektivitas pemerintahan, kualitas peraturan dan supremasi hukum menguat di bawah pemerintahan Jokowi, membawa standar tata kelola secara keseluruhan lebih dekat ke median untuk negara kategori 'BBB'.
"Meskipun demikian, kami berpendapat bahwa dampak dari setiap kebijakan yang mempengaruhi tata kelola pemerintahan akan membutuhkan waktu untuk dirasakan, dan kemungkinan tidak akan mendorong perubahan peringkat utang dalam waktu dekat," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News