kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   9.000   0,60%
  • USD/IDR 15.875   60,00   0,38%
  • IDX 7.200   -45,73   -0,63%
  • KOMPAS100 1.102   -8,07   -0,73%
  • LQ45 873   -6,30   -0,72%
  • ISSI 220   -2,35   -1,06%
  • IDX30 448   -4,16   -0,92%
  • IDXHIDIV20 539   -6,56   -1,20%
  • IDX80 126   -0,89   -0,70%
  • IDXV30 132   -4,54   -3,33%
  • IDXQ30 148   -1,52   -1,02%

PPN 12% Disinyalir Ditunda, Pemerintah Disarankan Terapkan Pajak Karbon Mulai 2025


Kamis, 28 November 2024 / 17:41 WIB
PPN 12% Disinyalir Ditunda, Pemerintah Disarankan Terapkan Pajak Karbon Mulai 2025
ILUSTRASI. Petugas melakukan uji emisi kendaraan bermotor di Bengkel Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis (4/11/2021). Pemerintah memberikan sinyal akan menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memberikan sinyal akan menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang semula direncanakan berlaku pada 1 Januari 2025.  

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, menilai bahwa penundaan tersebut dapat berdampak pada penerimaan negara. 

Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada langkah alternatif untuk menutupi potensi kehilangan pendapatan.  

Baca Juga: OECD Dorong Pemerintah Percepat Penerapan Pajak Karbon

"Untuk menambal potensi penerimaan pajak yang hilang akibat penundaan kenaikan PPN, sebaiknya pemerintah segera menerapkan pajak karbon mulai 2025," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Kamis (28/11).  

Pajak karbon sendiri sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan direncanakan mulai berlaku sejak 1 April 2022. Namun, penerapannya terbatas pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara dengan mekanisme _cap and tax_.  

Raden mengungkapkan, berdasarkan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi penerimaan dari pajak karbon dapat mencapai Rp 145 triliun per tahun.  

Baca Juga: Prabowo Berniat Pengenaan PPN 12% akan Ditunda, Ini Saran Pengamat Pajak

Selain pajak karbon, Raden juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap transaksi keuangan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ia menyarankan agar Kementerian Keuangan memanfaatkan data rekening bank sebagai basis pengawasan kepatuhan pajak.  

"Pengawasan kepatuhan pajak baru sampai penelitian atas data SPT saja. Belum dibandingkan dengan data rekening keuangan," kata Raden.  

Sementara itu, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) turut mendorong Indonesia untuk segera menerapkan pajak karbon.

Dalam laporan OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024, lembaga tersebut menilai Indonesia rentan terhadap dampak pemanasan global dan perlu mempercepat upaya dekarbonisasi.  

"Penerapan pajak karbon yang tepat harus dipercepat," tulis OECD dalam laporannya.  

Baca Juga: Aturan Disiapkan, Pemerintah Segera Pungut Pajak Karbon di Indonesia

Pajak karbon dinilai menjadi salah satu instrumen penting untuk membantu Indonesia mencapai target emisi nol bersih gas rumah kaca pada tahun 2060 serta mendukung upaya konvergensi ekonomi yang berkelanjutan.

Selanjutnya: Andika-Hendi Kalah Berdasarkan Hitung Cepat di Pilkada Jateng, Megawati Bilang Begini

Menarik Dibaca: 8 Rekomendasi Makanan Pencegah Kanker Terbaik, Konsumsi Lebih Sering!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×