Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan potensi bisnis karbon di Indonesia sangat besar dan banyak perusahaan yang dapat berpartisipasi dalam pengurangan emisi karbon. Selain itu, bisnis sertifikasi karbon dinilai menjanjikan bagi perusahaan-perusahaan atau yang menerbitkan sertifikasi karbon.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan payung hukum terkait Bursa Karbon melalui Peraturan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Beleid ini akan menjadi acuan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon yang dilaksanakan oleh penyelenggara pasar.
Ketua Apindo Shinta Kamdani mengatakan, pemain di bisnis bursa karbon, baik pemain lokal ataupun asing, tentunya perlu memenuhi kriteria tertentu sehingga mereka bisa mendapatkan sertifikat karbon yang dapat diperdagangkan.
Baca Juga: Hari Kedua Bursa Karbon Meluncur, Transaksi Rp 0
Ia menjelaskan, secara garis besar yg bisa diperdagangkan saat ini dari Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dan Sertifikat Pengurangan Emisi - Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) dan terdaftar di Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). Tapi untuk asing yang ingin masuk, bisa juga tidak terdaftar di SRN PPI tapi tetap harus memenuhi persyaratan dari penyelenggara bursa (IDX) dan terverifikasi secara internasional.
Shinta menuturkan, mengingat bursa karbon baru diluncurkan pada 26 September 2023 lalu, sehingga terlalu dini untuk melihat apakah banyak asing yang datang.
"Namun, potensi karbon di Indonesia sendiri sangat besar. Banyak perusahaan yang dapat berpartisipasi dalam program pengurangan emisi karbon, di antaranya yang bergerak di sektor kelapa sawit, tambang batu bara, pengelolaan karet, sektor energi, dan lain-lainnya," kata Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (27/9).
Menurutnya, saat ini dapat dilihat pada perdagangan perdana, Selasa (26/9), penyedia atau penjual unit karbon lokal adalah Pertamina New and Renewable Energy (PNRE), yang menawarkan Unit Karbon dari pembangkit listrik panas bumi (PLTP).
PT PLN Nusantara Power, salah satu subholding PLN, kabarnya berencana menerbitkan kredit karbon sertifikat pengurangan emisi (SPE) sebesar 1,57 juta ton CO2e tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News