Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal ketiga 2022 kembali turun. Bank Indonesia (BI) mencatat, ULN per akhir akhir kuartal III-2022 tercatat sebesar US$ 394,6 miliar atau turun US$ 9 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya yang senilai US$ 403,6 miliar.
Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan, ULN tersebut terdiri dari US$ 190,5 miliar atau 48,3% utang pemerintah dan sisanya sebanyak US$ 204,1 miliar atau 51,7% utang swasta. Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2021 yang sebesar US$ 415,1 miliar , total ULN Indonesia menyusut US$ 20,4 miliar atau turun 4,9%.
Damhuri bilang, untuk melihat apakah utang tersebut masih aman atau tidak, maka perlu dibandingkan bunga utang lua negeri tersebut dengan pertumbuhan nominal produk domestik bruto (PDB) serta rasionya terhadap PDB.
Dirinya menuturkan, secara umum suku bunga utang luar negeri Indonesia adalah sekitar 7,0%. Sementara itu, pertumbuhan PDB nominal sepanjang tiga kuartal 2022 adalah 16,5% serta 9,9% sepanjang tahun 2021. Dengan pertumbuhan PDB nominal yang lebih tinggi dari suku bunga utangnya, maka menurutnya sebetulnya utang tersebut masih mampu dibayar.
Baca Juga: Rasio Utang Luar Negeri Terhadap PDB Diprediksi Turun di Akhir 2022
Di sisi lain, rasio ULN Indonesia pada kuartal III-2022 yang berada di kisaran 30,1% terhadap PDB, turun ketimbang 31,8% pada kuartal II-2022. Untuk itu, posisi utang pada kuartal III-2022 tersebut masih dalam batas yang aman. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara batasan rasio utang terhadap PDB adalah 60%.
"Jadi dengan pertumbuhan PDB nominal yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga utang serta rasio utang per PDB yang masih rendah (jauh dibawah 60%), maka utang luar negeri Indonesia masih dalam kategori aman," ujar Damhuri kepada Kontan.co.id, Selasa (15/11).
Sepakat dengan Damhuri, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan bahwa rasio ULN pemerintah Indonesia tergolong masih aman. Bahkan rasio terhadap PDB masih di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara sebesar 60%.
Di sisi lain, Banjaran bilang, angka tersebut lebih rendah dari rasio utang beberapa negara ASEAN+, seperti Malaysia (63,3%), Filipina (60,4%), Thailand (59,61%), dan Vietnam (39,6%), serta Tiongkok (71,5%).
"Ke depan pemerintah perlu mewaspadai risiko pelemahan nilai tukar yang dapat berdampak terhadap peningkatkan utang valas, khususnya korporasi," katanya.
Baca Juga: Utang Luar Negeri RI Turun, Ini Penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News