Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mengakui jika ada sejumlah kendala yang dihadapi Polri dalam menuntaskan kasus tindak pidana korupsi secara cepat.
Ada pun kendala yang dihadapi Polri bukan dari segi minimnya anggaran atau lemahnya teknologi yang ada, namun belum idealnya jumlah penyidik yang ada untuk menangani kasus korupsi.
"Jumlah penyidik di Mabes Polri 103, polda sekitar 500-an," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Brigjen Pol Idham Aziz, saat ditemui di sela-sela kegiatan 'Pelatihan Kemampuan Teknis Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 2013' di Gedung Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Guna memenuhi kebutuhan penyidik, Idham mengatakan, Bareskrim telah membicarakan hal ini kepada Kapolri Jenderal Pol Sutarman. Sutarman pun menyetujui rencana penambahan penambahan penyidik tipikor agar memenuhi kebutuhan ideal. Namun, ketika ditanya berapa jumlah penyidik ideal yang diperlukan, Idham enggan membeberkannnya.
"Mungkin tahun 2014 akan ditambah lagi. (Jumlahnya) nanti koordinasi lagi dengan kapolri," katanya.
Sementara itu, Idham menampik, jika selama ini penyebab lambannya penanganan kasus korupsi di tubuh Polri lantaran adanya intervensi dari luar. Ia pun meyakinkan, bahwa Polri selalu bertindak independen dalam menangani kasus korupsi.
"Saya meyakinkan, saya tidak pernah diintervensi. Kalau anggaran cukup, cukup," imbuhnya.
Seperti diberitakan, ada sejumlah kasus korupsi besar yang ditangani Polri, di antaranya kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan tahun 2005 dengan tersangka mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadillah Supari.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Maret 2012 lalu, hingga saat ini tak ada upaya penahanan yang dilakukan terhadap Siti. Kasus ini pun tak kunjung masuk ke ranah persidangan. Baik penyidik Dittipikor Bareskrim Polri maupun Kejagung berdalih masih sibuk melengkapi berkas perkara (P19) tersebut.
Kejagung beralasan, masih ada bukti materil yang belum cukup sehingga harus dipenuhi Polri. Sutarman yang saat itu masih menjabat sebagai Kabareskrim berjanji tak akan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Siti dituduh turut serta dalam kasus itu karena menyalahgunakan wewenangnya dalam metode penunjukan langsung perusahaan rekanan untuk proyek pengadaan alat kesehatan buffer stock untuk Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun 2005 di Depkes senilai lebih dari Rp 15 miliar. Kerugian negara akibat kasus ini diduga mencapai Rp 6.148.638.000. Penyidik mengenakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 56 KUHP terhadap Siti Fadillah. (Dani Prabowo/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News