kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Politisi Golkar dukung revisi UU Peternakan


Senin, 23 Desember 2013 / 09:30 WIB
Politisi Golkar dukung revisi UU Peternakan
ILUSTRASI. 4 hal yang perlu dilakukan orang tua saat si kecil berbohong.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo, mendukung keputusan pemerintah menghentikan ketergantungan pada impor daging dari Australia.

Karena itu, Subagyo mendukung adanya revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan guna mewujudkan hal itu.

“Kita mendukung bila pemerintah akhirnya mengambil keputusan seperti itu, menghentikan ketergantungan pada impor daging dari Australia. Rencana merevisi UU itu, juga kita dukung,” ujar Firman, di Jakarta, Senin (23/12/2013).

Firman menjelaskan, harusnya revisi ini sudah dilakukan sejak lama. Akibat keterlambatan pemerintah merespons situasi yang berkembang, akhirnya saat ini Indonesia mengalami krisis daging yang menyebabkan harga melambung dan menyusahkan rakyat.

Tak hanya itu, kata dia, perubahan itu tidak boleh hanya semata-mata terkait negara sumber impor daging. Perubahan itu juga harus mengakomodir pemberdayaan para peternak dalam negeri sehingga ke depan Indonesia tidak lagi tergantung pada impor daging.

Jadi, beber Firman, nanti bukan hanya memutus ketergantungan pada Australia. Hal ini harus dibarengi pemberdayaan para peternak dalam negeri guna mewujudkan swasembada daging.

“Sebagai contoh, dengan tidak bergantung pada Australia, Indonesia bisa juga mencari alternatif untuk mencari bibit sapi dari negara lain guna memercepat tersedianya pasokan sapi hidup di dalam negeri,” jelas dia.

Firman menambahkan, melalui momen ini, Indonesia juga harus dari pengalaman Australia mengenai kebijakan pulau karantina. Karena sebelum swasembada daging, Australia menerapkan kebijakan itu.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan keputusan pemerintah memutus ketergantungan pada impor daging dari Australia. Salah satu caranya, dengan mengubah sistem impor daging dari selama ini berbasis negara (country based) menjadi berbasis zona (zona based).

Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah juga sudah sepakat untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tidak hanya itu, pemerintah menargetkan revisi itu sudah dituntaskan pada Januari 2014.

Seperti diketahui, selama ini Indonesia menganut prinsip country based yang mensyaratkan impor sapi harus dari negara yang bebas dari penyakit mulut dan kuku.

Dengan prinsip ini, Indonesia sangat bergantung pada impor sapi asal Australia. Sedangkan dengan prinsip zona based, maka Indonesia bisa mencari sumber impor dari negara lain dengan harga yang lebih murah.

Beberapa negara yang dinilai bisa jadi sumber impor daging tersebut di antaranya, India dan Brazil. Sebagai perbandingan, harga daging beku dari India hanya berkisar Rp 55.000-Rp 65.000 per kilogram.

Sedangkan harga daging yang sama dari Australia mencapai Rp 80.000 per kilogram. Akibatnya, ketika dilempar di pasar, harganya bisa mencapai Rp 100.000 per kilogram, bahkan lebih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×