Sumber: Kompas.com | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktik penimbunan masker kembali terbongkar di tengah isu meluasnya sebaran penyakit Covid-19 atau yang akrab dikenal dengan sebutan virus corona. Kali ini Polres Metro Jakarta Utara yang ambil peran. Sebanyak 72.000 lembar masker yang ditimbun oleh tersangka berinisial HK dan TK disita.
Pengungkapan ini berasal dari temuan adanya seseorang yang menjual masker non alat kesehatan (alkes) ini dengan harga selangit di kawasan Pademangan, Jakarta Utara. "Harga satu bungkus isi 50, sebenarnya harganya Rp 22.000 dengan isi 50 pieces. Tapi oleh tersangka dijual dengan harga Rp 200.000," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto di kantornya, Kamis (5/3).
Polisi lantas melacak kemungkinan terjadinya penimbunan masker oleh para tersangka. Dan ternyata benar, mereka menimbun sebanyak 72.000 lembar masker di Kawasan Sawah Besar Jakarta Pusat. Budhi mengatakan, masker itu rata-rata dijual para tersangka melalui toko jual beli online.
Baca Juga: Jual masker Rp 300.000 per boks, Dirut Pasar Jaya: Ini bentuk keteledoran kami
Polisi menyita ribuan masker tersebut serta menyeret kedua tersangka ke ruang tahanan. Mereka dijerat dengan Pasal 107 UU No. 07 tahun 2014 tentang Perdagangan, dan atau Pasal 196 UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Tingginya kebutuhan masyarakat akan masker untuk mengantisipasi virus Covid-19 itu, Polres Metro Jakarta Utara lantas berinisiatif melakukan diskresi dengan menjual barang sitaan tersebut. "Kewenangan diskresi ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 yakni kami akan melakukan sesuatu yang mungkin agak melanggar, tapi demi kepentingan umum masyarakat yang lebih besar," ujar Budhi.
Masker-masker itu dijual dengan harga aslinya sebelum ditimbun yakni Rp 4.000 per 10 lembar. Agar persebaran merata, masyarakat dibatasi hanya boleh membeli dua paket masker non alkes ini.
Baca Juga: Sudah jadi pandemi global, Jerman: Kita belum mencapai puncak wabah corona
Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, sejatinya polisi tidak boleh menjual suatu barang bukti kecuali barang tersebut masuk dalam kriteria cepat rusak, membahayakan, atau biaya penyimpanannya mahal.
Hal itu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 45. "Persoalannya apakah masker termasuk katagori barang itu? Karena itu, jika pendekatannya kepastian hukum dengan dasar teks UU, maka barang bukti itu tidak boleh dilelang," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com.
Namun, seperti yang dikatakan Budhi atas dasar kepentingan umum, hal itu boleh saja dilakukan asal tercatat dalam BAP. Menurut dia, polisi juga tidak boleh membagi-bagikan masker sitaan mereka secara gratis karena ada tanggung jawab terhadap si tersangka.
"Barang itu milik tersangka, bukan hasil kejahatan. Sehingga masih mungkin putusannya (pengadilan) dikembalikan kepada tersangka," ucap Abdul.
Baca Juga: Ada virus Corona, penjualan produk Indonesia turun 25% -30% dalam dua bulan
Budhi juga mengucapkan, uang hasil penjualan masker itu nanti akan diamankan sebagai barang bukti dalam berkas perkara kedua tersangka sebelum diserahkan ke kejaksaan. "Hasil penjualan ini akan kami sita sebagai pengganti barang bukti yang ini dan akan kami gunakan untuk proses peradilan sebagai barang bukti dan menjadi tamggung jawab para tersangka," ucap Budhi.
Meski tetap harus membayar, warga yang merasa butuh lantas berbondong-bondong mengantre membeli masker tersebut. Panjangnya antrean di halaman Polres Metro Jakarta Utara membuat pembeli tumpah ke badan jalan Yos Sudarso. Tapi tentu polisi berjaga di sana agar tak ada kecelakaan. "Udah sempat cari ke apotek-apotek, tapi barang enggak ada," jawab salah seorang warga bernama Beta ketika ditanya alasan ia membeli masker di sana. (Jimmy Ramadhan Azhari)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Obral Masker Sitaan Rp 400 untuk Hadapi Corona.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News