kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Polemik Iuran Tapera, Pengamat: Katanya Gotong Royong, Tapi Kok Maksa?


Selasa, 28 Mei 2024 / 18:34 WIB
Polemik Iuran Tapera, Pengamat: Katanya Gotong Royong, Tapi Kok Maksa?
ILUSTRASI. Masyarakat perkotaan mulai beraktivitas pada pagi hari di Jakarta, Selasa (9/1/2024). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/09/01/2024


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Ketenagakerjaan, Tadjudin Nur Efendi menyoroti kisruh kebijakan yang mewajibkan pekerja membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Kebijakan ini dinilai perlu kajian yang komprehensif sebelum diimplementasikan.

“Katanya ini untuk gotong royong membantu mereka yang tidak punya rumah, gotong royong kok memaksa,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/5).

Tadjudin mengungkapkan, kebijakan ini menambah beban pekerja, di mana mereka juga harus membayar sejumlah iuran seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan belum lagi adanya kenaikan harga BBM hingga listrik.

Dia menjelaskan, kebijakan ini perlu kejelasan, bagaimana untuk pekerja yang telah memiliki rumah atau memutuskan untuk tidak punya rumah. Begitu pula untuk pekerja yang sedang mengambil Kredit Perumahan Rakyat (KPR).

Baca Juga: Pengamat Kebijakan Publik Sebut Iuran Tapera Belum Ada Urgensinya Bagi Masyarakat

“Kalau saya sudah punya rumah kan tak mungkin saya menggunakan dana itu, atau saya boleh menarik dana itu sewaktu-waktu saya membutuhkan. Ini membingungkan dalam implementasinya,” jelas dia.

Tadjudin menuturkan, berdasarkan pengalaman pada iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, banyak menimbulkan persoalan. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi timbulnya masalah baru.

“Secara garis besar saya menyatakan ini kebijakan yang kurang bijak, artinya mudaratnya lebih banyak ini pasti, nanti orang-orang yang punya rumah akan protes, ujung-ujungnya uang itu hilang lagi seperti Jamsostek hilang sekian triliun,” tuturnya.

Lebih lanjut, Tadjudin menambahkan, bila tabungan ini ditarik dalam 10 sampai 15 tahun apakah nilainya sama dengan saat ini, di mana tentu terjadi inflasi tiap tahunnya.

“Katakanlah tabungan oleh pengelola disimpan dalam reksadana, kan ada keuntungannya. Berapa persen keuntungan itu diberikan kepada penabung? Untungnya itu kemana? Dikembalikan atau bagaimana? Itu harus ada penjelasan,” tandasnya.

Baca Juga: Apindo Tegas Tolak Kebijakan Pemerintah untuk Iuran Tapera

Asal tahu saja, kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketentuan ini, mewajibkan pekerja untuk membayarkan iuran perumahan rakyat sebesar 2,5% dari upah dan 0,5% dibayarkan oleh pemberi kerja. Iuran Tapera efektif berlaku paling lambat tujuh tahun setelah penetapannya atau pada tahun 2027.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×