kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.415.000   2.000   0,08%
  • USD/IDR 16.675   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.549   40,08   0,47%
  • KOMPAS100 1.182   8,55   0,73%
  • LQ45 851   5,37   0,64%
  • ISSI 303   2,00   0,67%
  • IDX30 439   2,95   0,68%
  • IDXHIDIV20 506   2,43   0,48%
  • IDX80 132   0,73   0,55%
  • IDXV30 138   0,41   0,30%
  • IDXQ30 139   0,76   0,55%

PMI Manufaktur RI Kuat: Apindo Ingatkan Waspada pada 2026


Senin, 01 Desember 2025 / 20:19 WIB
PMI Manufaktur RI Kuat: Apindo Ingatkan Waspada pada 2026
ILUSTRASI. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani di Jakarta (2/4/2025).


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menilai Kenaikan PMI Manufaktur selama empat bulan berturut-turut memang menjadi sinyal positif bagi dunia usaha, namun pihaknya menilai masih perlu kehati-hatian.

Berdasarkan laporan S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia pada November tercatat di level 53,3, naik dari 51,2 pada Oktober. Peningkatan ini sekaligus menjadi capaian tertinggi sejak Februari 2025 yang berada di level 53,06.

Menurut Shinta, penguatan manufaktur saat ini masih bersandar pada permintaan domestik dan faktor musiman, sementara pesanan ekspor justru mengalami kontraksi terdalam dalam 14 bulan terakhir.

Pola tersebut juga tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November yang berada di angka 53,45, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, namun kenaikannya masih bertahap. Menurutnya optimisme industri saat ini masih sangat ditentukan momentum jangka pendek.

“Kekuatan manufaktur saat ini masih sangat bergantung pada siklus konsumsi akhir tahun serta transmisi stimulus kebijakan, bukan pada perbaikan struktural yang lebih kuat,” ujarnya kepada Kontan, Senin (1/12/2025).

Baca Juga: Dampak Stimulus dan Pola Musiman Dorong PMI Manufaktur RI 53,3

Memasuki 2026, Shinta melihat peluang ekspansi tambahan tetap terbuka berkat konsolidasi faktor musiman seperti Tahun Baru, Imlek, hingga Ramadhan dan Idul Fitri. 

Namun Ia mengingatkan potensi risiko pelemahan pada Kuartal II dan III tahun 2026 perlu diantisipasi jika tidak ada kebijakan yang mampu menjaga permintaan ketika faktor musiman tersebut mereda.

Ia menyoroti bahwa pemulihan manufaktur juga belum merata. Berdasarkan Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia, subsektor berbasis komoditas primer, transportasi, mesin, logam, kimia, dan material industri masih menjadi penopang utama. 

Sebaliknya, subsektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, dan furnitur justru menghadapi tekanan lebih besar akibat pelemahan ekspor, tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan, dan kebijakan tarif resiprokal. 

“Mesin manufaktur Indonesia mulai bergerak, tetapi fondasinya masih rentan jika pemulihan bertumpu pada momentum konsumsi jangka pendek,” kata Shinta.

Meski IKI November sedikit turun tipis dari 53,50 menjadi 53,45, Shinta menilai pelemahan ini lebih mencerminkan recalibration akibat volatilitas eksternal, bukan tanda melemahnya fondasi industri. 

Baca Juga: Ekonom Indef Perkirakan PMI Manufaktur Bertahan di Zona Ekspansi Hingga Akhir 2025

Ia menilai peluang kinerja manufaktur yang lebih kuat dari perkiraan pada awal 2026 masih sangat terbuka, terutama jika kebijakan pemerintah konsisten. Ia juga menekankan perlunya kebijakan komprehensif dan berkelanjutan untuk menjaga momentum ekspansi pada 2026. 

Pihaknya di Apindo mengapresiasi langkah deregulasi pemerintah sepanjang tahun ini, tetapi menilai deregulasi harus terus dipercepat untuk menurunkan biaya ekonomi, mempercepat proses usaha, dan memastikan transmisi kebijakan berjalan efektif hingga ke daerah.

Di sisi lain, Shinta menilai stimulus pemerintah akan berdampak lebih kuat pada 2026, sehingga implementasinya harus tepat sasaran hingga ke sektor riil, termasuk UMKM yang menjadi tulang punggung manufaktur nasional. 

Ia juga menekankan pentingnya efisiensi biaya usaha, mulai dari pengurangan cost of compliance, ketersediaan pembiayaan berbunga kompetitif, hingga pengendalian biaya energi, logistik, dan tenaga kerja.

Baca Juga: PMI Manufaktur Oktober Meroket, Purbaya Klaim Berhasil Mengembalikan Perekonomian

Bagi dunia usaha, stabilisasi rantai pasok dan biaya produksi harus diprioritaskan untuk menciptakan kepastian biaya. Selain itu, penguatan permintaan domestik sebagai motor utama ekspansi menjadi faktor kunci keberlanjutan pertumbuhan industri. 

“Percepatan investasi dan modernisasi industri harus terus didorong agar kontribusi industri terhadap PDB, produktivitas, dan penyerapan tenaga kerja meningkat,” ujar Shinta.

Dengan sinergi kebijakan pemerintah dan partisipasi aktif pelaku usaha, pihaknya di Apindo optimistis memastikan sektor manufaktur dapat berakselerasi lebih kuat dan efisien, serta memberi kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Lampaui Ekspektasi, Apindo: Pengusaha Tak Terlena

Selanjutnya: Celios Menilai Proyek Energi Sampah hingga Kampung Haji Bisa Prospektif, Ini Sebabnya

Menarik Dibaca: Gen Z vs Milenial vs Gen X: Begini Perbedaan Cara Mereka Bepergian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×