kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   2.000   0,13%
  • USD/IDR 16.140   100,00   0,62%
  • IDX 7.080   43,33   0,62%
  • KOMPAS100 1.058   7,20   0,69%
  • LQ45 827   1,51   0,18%
  • ISSI 216   1,79   0,84%
  • IDX30 423   0,27   0,06%
  • IDXHIDIV20 512   -2,14   -0,42%
  • IDX80 120   0,73   0,61%
  • IDXV30 126   0,70   0,56%
  • IDXQ30 142   -0,50   -0,35%

PHK Menjalar ke Sektor Ritel dan Logistik, Begini Saran Pengamat Ketenagakerjaan


Selasa, 02 Juli 2024 / 19:07 WIB
PHK Menjalar ke Sektor Ritel dan Logistik, Begini Saran Pengamat Ketenagakerjaan
ILUSTRASI. Potensi PHK di sektor ritel memang tak bisa dihindari, seperti halnya di industri tekstil dan alas kaki.


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak hanya terjadi di industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, industri keramik hingga elektronik. 

Sektor ritel dan logistik pun turut menyumbang angka pengangguran baru. Hal ini disebabkan oleh tutupnya gerai-gerai ritel besar. 

Terbaru, kabar PHK berhembus dari gerai Matahari milik emiten peritel pakaian PT Matahari Department Store (LPPF).

Pengamat Ketenagakerjaan Tajudin Nur Efendy mengatakan, potensi PHK di sektor ritel memang tak bisa dihindari, seperti halnya di industri tekstil dan alas kaki. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan gerai ritel mengambil opsi pengurangan tenaga kerja.

"Penyebab utamanya, saya pikir daya beli masyarakat yang menurun. Akibatnya, permintaan berkurang, sedangkan biaya produksi naik. Ujungnya, karyawan yang di-PHK sebagai langkah efisiensi," jelasnya kepada KONTAN, Selasa (2/7/2024).

Baca Juga: PHK Kembali Marak, Ribuan Buruh Bakal Gelar Unjuk Rasa

Tajudin juga melihat, persaingan usaha di ritel semakin tajam. Apalagi, tren bisnis gerai besar mulai kesulitan pada arus kas karena biaya operasional yang tinggi. Di sisi lain, omzet malah berkurang. 

"Opsinya menutup gerai seperti yang terjadi pada gerai Matahari, atau Transmart, yang banyak gulung tikar," ungkapnya.

Langkah pengelola mengecilkan format gerai pada akhirnya berimbas pada pengurangan karyawan. Dan itu tak hanya dilakukan oleh Matahari, tapi gerai besar lainnya juga akan mengambil cara yang sama. 

"Jadi, saya juga tidak heran, PHK ini terus berlanjut sejak pandemi Covid-19 lalu karena hingga saat ini belum ada perbaikan kinerja yang signifikan," ulas Tajudin.

Menurut Tajudin, ritel juga ikut terimbas maraknya barang impor, termasuk barang impor ilegal. 

"Saya juga melihat impor dan barang selundupan ini berpengaruh terhadap peritel yang memproduksi barang lokal. Produsen yang komponen bahan bakunya impor sudah tentu tertekan dengan maraknya barang hingga selundupan yang belum bisa terbendung," terangnya.

Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S. Cahyono mengamini, banjir produk impor menjadi biang keladi hancurnya industri padat karya dalam negeri. Serbuan barang impor yang sangat murah menyebabkan produk lokal kalah bersaing.

"Makanya, kami menuntut Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor untuk dicabut," tandasnya.

Kahar mengatakan, pemerintah harus melindungi industri dalam negeri, khususnya industri tekstil, kurir dan logistik, baja hingga ritel, agar gelombang PHK tidak terus berlanjut.

Sebelumnya, emiten peritel pakaian PT Matahari Department Store (LPPF) dikabarkan akan melakukan penutupan beberapa tokonya di wilayah Tangerang, Banten.

Informasi tutupnya Matahari sudah lebih dahulu beredar di media sosial. 

Baca Juga: Gelombang PHK, Klaim JHT di Sektor Tekstil, Alas Kaki dan Garmen Capai Rp 385 Miliar

Pihak Asosiasi Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) membenarkan kabar tersebut.

Per akhir Maret 2024, LPPF mengelola 155 gerai pusat perbelanjaan Matahari. Jumlah ini terus berkurang dari semula 160 gerai pada Maret 2020. Bahkan, penurunan jumlah gerai Matahari LPPF lebih besar lagi yakni pada masa pandemi, mencapai 169 gerai pada akhir 2019.

Sejalan dengan pengurangan jumlah gerai, karyawan perusahaan juga ikut terpangkas signifikan atau nyaris berkurang 5.000 orang dalam empat tahun terakhir. 

Hingga akhir kuartal I-2024, jumlah karyawan LPPF tercatat sebanyak 9.165 orang, berkurang 4.893 orang dari semula 14.058 pekerja pada akhir Maret 2020, bertepatan dengan merebaknya pandemi global Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×