kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perusahaan asal China enggan relokasi ke Indonesia, ini penyebabnya


Minggu, 08 September 2019 / 15:57 WIB
Perusahaan asal China enggan relokasi ke Indonesia, ini penyebabnya
ILUSTRASI. Industri manufaktur China


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China membawa berkah bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Pasalnya, sejumlah industri di China melakukan relokasi pabrik mereka karena tidak mau terkena dampak kenaikan tarif.

Sayangnya Indonesia tidak begitu dilirik oleh Negeri Tirai Bambu. Berdasarkan riset Kontan.co.id, beberapa perusahaan China merelokasi pabriknya ke Asia Tenggara. Sebut saja produsen produk elektronik Foxconn relokasi ke Vietnam.

Baca Juga: Tidak hanya China, perusahaan Jepang dan Korea juga enggan lirik Indonesia

Tak hanya itu, Vietnam juga dilirik oleh perusahaan padat karya seperti Xcel Brands dan Man Wah Holding. Sementara itu, perusahaan teknologi yang padat modal seperti Dell memilih pindah ke Taiwan.

Alasan Indonesia tidak dipandang oleh China lantaran perizinan yang kalah mudahnya dengan negara tetangga.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Farah Ratnadewi Indriani mengatakan, banyak faktor negara-negara lain lebih menarik sebagai tujuan investasi China.

Farah memandang kecenderungan investor asing dalam merelokasi usahanya pertama melihat ketersediaan lahan yang tidak tumpang tindih dan mudah didapat. Kedua keterbukaan sebuah negara dalam menerima bidang usaha seluas-luasnya.

“Keunggulan komparatif maupun kompetitif masih menjadi pra syarat suatu negara menjadi salah satu destinasi negara tujuan investasi yang menarik,” kata Farah kepada Kontan.co.id, Sabtu (7/9).

Mengulik data BKPM, trend pertumbuhan investor China dalam tiga tahun terakhir terbilang flukluatif. Pada tahun 2016 investasi China mencapai US$ 2,7 miliar.

Selanjutnya di 2017 naik menjadi sebesar US$ 3,4 miliar. Kemudian turun pada 2018 dengan perolehan nilai investasi senilai US$ 2,4 miliar.

Sementara itu, sepanjang semester I-2019 investasi negeri Panda mecapai US$ 2,3 milar. Farah mengaku sejatinya China selalu masuk dalam sepuluh besar dari investasi Penanaman Modal Asing (PMA).

Baca Juga: Perang dagang China-AS semakin memanas, ekspor karet terus digenjot

Menelisik lebih dalam pada paruh tahun ini peringkat sumbangsih investasi sektoral pertama berasal dari sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi sebanyak 17,2% atau Rp 34,5 triliun. Kedua, sektor listrik, gas, dan air dengan sumbangasih 11,8% atau Rp 23,7 triliun.

Ketiga, sektor industri makanan yang menyumbang 8,6% atau setara Rp 17,2 triliun. Keempat, sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan sebanyak 8,4% atau sekitar Rp 16,9 triliun. Kelima, sektor pertambangan dengan kontribusi 7,5% atau sebanyak Rp 15,1 triliun.



TERBARU

[X]
×