kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan ekonomi minus 5,32% terburuk sejak 1999, seberapa buruk ketika itu?


Rabu, 05 Agustus 2020 / 14:28 WIB
Pertumbuhan ekonomi minus 5,32% terburuk sejak 1999, seberapa buruk ketika itu?
ILUSTRASI. Kepala BPS Suhariyanto dalam pengumuman inflasi Juni 2020, Rabu (1/7) di Gedung BPS Pusat Pasar Baru.


Penulis: Virdita Ratriani

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 mengalami kontraksi alias tumbuh negatif 5,32% secara year on year (yoy) atau dibanding periode sama 2019. 

Dibandingkan dengan kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 juga terkontraksi alias minus 4,19%. Pada kuartal I 2020, ekonomi Indonesia masih berhasil tumbuh positif sebesar 2,97% yoy.

Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester I 2020 terkontraksi 1,26% yoy. "Ini karena dampak Covid-19 yang begitu dahsyatnya, sehingga ekonomi Indonesia terkontraksi pada kuartal II 2020," kata Kepala BPS Suhariyanto, Rabu (5/8).

Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 terendah sejak 1999, ini penyebabnya

Terburuk sejak 1999

BPS menyebutkan, kontraksi ekonomi Indonesia sebesar 5,32% pada kuartal II 2020 merupakan penurunan produk domestik bruto (PDB) terbesar sejak kuartal I 1999.

Ketika itu, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 6,13%. Indonesia memang masuk dalam jurang resesi sejak setahun sebelumnya. 

Mengutip Kompas.com, 4 Agustus 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus sejak 1997 dan berlanjut hingga 1999. Pemerintah sampai harus meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Oktober 1997, meski tak banyak membantu Indonesia. Bahkan, situasi seperti lepas kendali di 1998.

Baca Juga: Lagi, prediksi Kementerian Keuangan meleset, pertumbuhan ekonomi kontraksi 5,32%

Krisis terparah di Asia Tenggara

Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai terparah di Asia Tenggara. Kala itu, krisis di ASEAN berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand, 2 Juli 1997. 

Kemudian, dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi di Asia Tenggara. Krisis tersebut berlanjut menjadi krisis sosial dan krisis politik yang memaksa Presiden Soeharto meletakkan kekuasaannya yang dia jabat sejak 1965. 

Krisis turut menyebabkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bangkrut. Sebanyak 70% lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atawa bangkrut. 

Sektor yang paling terpukul terutama adalah konstruksi, manufaktur, dan perbankan. Sehingga, melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca Juga: Gara-gara ekonomi minus, pertumbuhan industri asuransi bisa ikut terkontraksi

Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni mencapai 20 juta orang atau 20% lebih dari angkatan kerja. 

Akibat PHK dan kenaikan harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai 50% dari total penduduk. Banyak orang menyerbu toko-toko sembako dalam suasana kepanikan luar biasa, khawatir harga akan terus melonjak.

Pendapatan per kapita yang mencapai US$1.155 per kapita pada 1996 dan US$1.088 per kapita di 1997, menciut menjadi US$ 610 per kapita pada 1998. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebutkan, dua dari tiga penduduk Indonesia dalam kondisi sangat miskin pada 1999 jika ekonomi tak segera membaik. 

Baca Juga: Konsumsi rumah tangga tumbuh negatif 5,51% yoy di kuartal II-2020, simak pemicunya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×