Penulis: Virdita Ratriani
Krisis terparah di Asia Tenggara
Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai terparah di Asia Tenggara. Kala itu, krisis di ASEAN berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand, 2 Juli 1997.
Kemudian, dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi di Asia Tenggara. Krisis tersebut berlanjut menjadi krisis sosial dan krisis politik yang memaksa Presiden Soeharto meletakkan kekuasaannya yang dia jabat sejak 1965.
Krisis turut menyebabkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bangkrut. Sebanyak 70% lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atawa bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah konstruksi, manufaktur, dan perbankan. Sehingga, melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca Juga: Gara-gara ekonomi minus, pertumbuhan industri asuransi bisa ikut terkontraksi
Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni mencapai 20 juta orang atau 20% lebih dari angkatan kerja.
Akibat PHK dan kenaikan harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai 50% dari total penduduk. Banyak orang menyerbu toko-toko sembako dalam suasana kepanikan luar biasa, khawatir harga akan terus melonjak.
Pendapatan per kapita yang mencapai US$1.155 per kapita pada 1996 dan US$1.088 per kapita di 1997, menciut menjadi US$ 610 per kapita pada 1998. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebutkan, dua dari tiga penduduk Indonesia dalam kondisi sangat miskin pada 1999 jika ekonomi tak segera membaik.
Baca Juga: Konsumsi rumah tangga tumbuh negatif 5,51% yoy di kuartal II-2020, simak pemicunya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News