kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan ekonomi 6% akan terjadi setelah 2019


Senin, 28 Agustus 2017 / 06:12 WIB
Pertumbuhan ekonomi 6% akan terjadi setelah 2019


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mendatang diperkirakan akan gagal. Bank Indonesia (BI) meramal, pertumbuhan ekonomi akan melaju kencang setelah tahun 2019. Itu pun, angka pertumbuhannya baru mengarah ke angka 6%.

Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah mencanangkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 5,8% di tahun 2015, 7,1% di tahun 2017, dan 8% di tahun 2019 mendatang. Sementara laju inflasi dikendalikan 3,5% pada 2019.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, tahun ini BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1%, lebih rendah dari target dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar 5,2%. BI memperkirakan, ekonomi Indonesia masing-masing tumbuh 5,1%-5,5% dan 5,3%-5,7% pada tahun 2018 dan 2019.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih kencang di tahun 2019 mendatang lantaran pembangunan infrastruktur telah rampung. "Kita akan lepas dari 5% sekitar 2019 nanti. Setelah itu (2019), mudah-mudahan langsung menuju level 6 persenan. Di atas 6% pada tahun 2020-2021," kata Dody saat diskusi dengan wartawan di Hotel Tentrem Yogyakarta, Minggu (27/8).

Dody melanjutkan, tahun ini, ekonomi dalam negeri akan didorong oleh pengeluaran pemerintah dan investasi. Sementara agar ekonomi melaju lebih kecang, dibutuhkan pula pertumbuhan investasi yang lebih kencang lagi. Perkiraan BI, investasi dalam jangka menengah bisa tumbuh 6%-7%.

Berdasarkan lapangan usahanya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu akan didorong oleh sektor-sektor penyumbang PDB terbesar, misalnya pengolahan, pertanian, konstruksi, komunikasi, dan jasa keuangan. "Yang penting adalah output produksi nasional yang berdaya saing dari sisi ekspor kita," tambah dia. Ekspor riil Indonesia lanjut Dody, diperkirakan akan tumbuh dengan rata-rata mencapai 4% ke tahun 2020-2021 mendatang.

Dody melanjutkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan agar Indonesia keluar dari sebutan negara dengan pendapatan menengah (middle income trap). Untuk menembus batas bawah middle income trap, yaitu dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 14.300 per kapita per orang, diperlukan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%.

Untuk keluar dari negara middle income trap, Indonesia memiliki waktu hingga tahun 2030 mendatang untuk memanfaatkan bonus demografi. Selain memanfaatkan bonus penduduk produktif, pertumbuhan yang tinggi tersebut juga menyaratkan investasi dan industri jasa tumbuh tinggi. "Saat industri tinggi kecenderungan industri jasa juga meningkat," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×