Reporter: Adinda Ade Mustami, Choirun Nisa | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - Janji Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk memberikan stimulus bagi perekonomian nasional akhirnya terealisasi. Bank sentral melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan. Namun para pakar ekonomi menganalisa, easing ini belum tentu mendongkrak perekonomian Indonesia ke depan.
Ekonom Maybank Indonesia Juniman menganalisa, tahun lalu BI juga enam kali memangkas suku bunga acuan. Namun hal itu belum sepenuhnya berimbas ke penurunan bunga kredit di perbankan. "Efek ke perekonomian nasional juga tidak jalan," katanya di Jakarta, Selasa (22/8).
Oleh karena itu Juniman pun memprediksi easing BI dengan penurunan suku bunga acuan kali ini juga akan ompong. Bahkan, bukan tidak mungkin malah menimbulkan efek negatif bagi perekonomian nasional. Soalnya, saat ini masih banyak ketidakpastian global, terutama rebalancing di bank sentral AS Federal Reserve (The Fed).
Selain itu juga ada persoalan geopolitik Korea dan ketidakpastian di beberapa kawasan. Jika terjadi perubahan pada salah satu hal di atas, bukan tidak mungkin, moneter di Indonesia tertekan.
Seperti diketahui, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Selasa (22/8) memutuskan menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis points (bps) dari 4,75% menjadi 4,50%. Suku bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi 3,75% dan Lending Facility turun 25 bps menjadi 5,25%. Kebijakan ini berlaku efektif sejak 23 Agustus 2017.
Atas keputusan penurunan suku bunga acuan BI itu, Direktur Eksekutif Institute for Development Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, kondisi perekonomian saat ini memang butuh akselerasi. "Salah satunya relaksasi di sektor moneter," ujar Enny.
Namun, agar ekonomi tumbuh lebih kencang, Enny berharap, selain ada stimulus moneter juga ada stimulus fiskal. Salah satunya adalah dengan mempercepat penyerapan anggaran pemerintah.
Menurut Chief Economist at SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi, kebijakan fiskal harus diutamakan demi mendongkrak ekonomi. Pasalnya, penurunan BI 7 DRR merupakan stimulus untuk menurunkan bunga kredit. Ini belum tentu berefek tahun ini yang tinggal empat bulan lagi.
Menurutnya kebijakan fiskal yang bisa mendorong ekonomi adalah penyaluran dana desa yang lebih cepat. Pemerintah juga bisa meningkatkan daya beli masyarakat dengan menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP). Inflasi juga harus dijaga rendah, dengan tidak lagi menaikkan tarif listrik dan harga energi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News