Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak karyawan tumbuh 3,76% year on year (yoy) pada September 2020.
Itu artinya penerimaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dari karyawan mencapai Rp 9,67 triliun pada September 2020. Sebagai pembanding pada periode sama 2019 nilainya PPh karyawan mencapai Rp 9,32 triliun. Ini membuat PPh Pasal 21 jadi satu-satunya jenis pajak yang tumbuh positif.
Apakah kenaikan penerimaan pajak karyawan ini terjadi karena maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK)?
Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Yunirwansyah, belum menjelaskan alasan kenaikan ini saat dihubungi Kontan.co.id.
Baca Juga: Sri Mulyani bilang PSBB bikin pendapatan negara jadi melandai
Kondisi tersebut jauh berbeda dengan realisasi pos penerimaan pajak yang lain. Misalnya, PPh 22 Impor tumbuh negatif hingga 72,63% yoy pada September lalu. Kemudian, PPh Orang Pribadi (OP) minus 7,82% yoy. Lalu, PPh Badan minus 57,74% yoy.
Selanjutnya, PPh Pasal 26 minus 53,36% yoy, PPh Final kontraksi 17,41% yoy. Terakhir, pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri minus 26,66% dan PPN Impor tumbuh negatif 20,6%.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, pajak karyawan sudah masuk dalam tren positif sejak kontraksi dalam pada Juli lalu.
“Dari PPh 21 menunjukkan perbaikan di tiga bulan terakhir, makin shallow makin kecil,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers Laporan APBN Realisasi September 2020.
Baca Juga: Pemerintah berikan super tax deduction hingga 300% untuk sektor industri farmasi
Jika dibedah di kuartal I-2020, penerimaan PPh Pasal 21 masih tumbuh positif 4,94% yoy. Kemudian di kuartal II-2020 masuk ke zona kontraksi dengan pencapaian minus 8,35% yoy.
Memasuki kuartal III-2020 realisasinya mulai anjlok hingga minus 20,18% yoy pada Juli 2020. Lanjut pada Agustus 2020 masih tumbuh minus 8,19%. Barulah masuk ke zona positif pada bulan lalu.
Kinerja positif penerimaan pajak karyawan di tahun ini pun sempat terjadi pada Maret 2020 lalu yang mencatat pertumbuhan 3,8% yoy. Namun hal itu malah mengindikasikan imbas banyaknya jumlah karyawan yang dirumahkan.
Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, Sri Mulyani mengatakan pajak karyawan naik dikarenakan pembayaran PPh Pasal 21 atas Jaminan Hari Tua (JHT) dan pensiun naik cukup tinggi sebesar 10,12% yoy.
"Ini yang tertinggi sepanjang triwulan pertama," tandas Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Konferensi Pers Realisasi APBN Periode Maret 2020, Jumat (17/4).
Usut punya usut, Sri Mulyani mengatakan tingginya PPh JHT/IUP/pensiun tersebut mengindikasikan adanya penurunan jumlah tenaga kerja.
Baca Juga: Setahun Jokowi, pengusaha ritel merana karena covid dan ditekan bunga kredit
"Jadi kalau ini tumbuh bukan berarti baik, tetapi karena adanya para pekerja yang di-layoff yang kemudian pembayaran pesangon dan JHT itu kemudian menghasilkan PPh Pasal 21 JHT/IUP/Pensiun," tandasnya.
Sebagai catatan, dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pemerintah memberikan insentif pembebasan PPh Pasal 21 dengan skema pajak ditanggung pemerintah (DTP).
Adapun realisasi insentif pajak karyawan sampai dengan 28 September 2020 sebesar Rp 1,98 triliun atau baru terserap 7,6% dari pagu sejumlah Rp 25,66 triliun.
Selanjutnya: Ancaman Gelombang PHK Akibat Corona Merebak, Pengusaha Minta Bantuan Pemerintah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News