kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perluasan pasar ekspor impor masih PR Indonesia


Selasa, 17 Januari 2017 / 19:54 WIB
Perluasan pasar ekspor impor masih PR Indonesia


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Indonesia dinilai masih perlu memperluas pasar perdagangan internasionalnya agar tidak terlalu tergantung dan terhindar dari tekanan geopolitik global. Sebab, perdagangan internasional Indonesia masih terfokus pada beberapa negara.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2016 sebesar surplus US$ 8,78 miliar. Namun demikian, surplus tersebut masih disebabkan oleh penurunan kinerja impor yang lebih dalam dibanding kinerja ekspor.

Nilai ekspor dan impor pada tahun lalu masing-masing sebesar US$ 144,43 miliar. Angka tersebut turun masing-masing 3,95% year on year (YoY) dan US$ 135,65 miliar atau turun 4,94% YoY.

Adapun neraca perdagangan Indonesia dengan mitra dagang yang mencatatkan surplus terbesar pada tahun lalu, yaitu neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 8,5 miliar. Dilanjutkan dengan surplus neraca perdagangan Indonesia dengan India sebesar US$ 7,1 miliar dan surplus neraca perdagangan Indonesia dengan Belanda US$ 2,5 miliar.

Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia dengan mitra dagang yang mencatatkan defisit terbesar, yaitu neraca perdagangan Indonesia dengan China sebesar US$ 15,6 miliar, Indonesia dengan Thailand US$ 4 miliar, dan Indonesia dengan Australia US$ 1,9 miliar.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, tahun-tahun sebelumya, surplus neraca dagang Indonesia terbesar memang selalu dengan ketiga negara tersebut. Namun berbeda tujuan perdagangannya.

Sasmito bilang, impor besar yang dilakukan AS dan India dari Indonesia untuk konsumsi domestik. Sedangkan impor yang dilakukan Belanda dari Indonesia bertujuan untuk diperdagangkan kembali ke berbagai negara di Eropa.

Lebih lanjut menurutnya, dengan AS, India, dan Belanda, Indonesia perlu menjaga hubungan lebih baik dan menghindari friksi perdagangan. "Sekaligus mengantisipasi bila ada tekanan dagang dari mereka," kata Sasmito saat dihubungi KONTAN, Selasa (17/1).

Apalagi, adanya rencana kebijakan proteksionis yang akan diterapkan oleh pemerintah AS, melalui jalur perdagangan Internasional. Walaupun menurutnya, jika hal itu benar-benar dilaksanakan juga tidak akan membuat neraca perdagangan Indonesia dengan AS langsung defisit.

"Sebab barang-barang yang diimpor oleh AS dari Indonesia memang yang tidak bisa diproduksi AS seperti karet, lada, kakao, udang, rumput laut, sepatu, dan pakaian jadi," tambah dia.

Sementara itu, dengan China, Thailand, dan Australia, Indonesia perlu lebih proaktif melakukan penetrasi pasar-pasar mereka. Tak hanya itu, pemerintah juga perlu membantu melakukan lobi-lobi untuk menghilangkan hambatan perdagangan.

Sasmito juga mengatakan, Indonesia perlu memperluas pasar perdagangan internasional. Misalnya memasuki pasar Brazil, dan negara-negara yang penduduknya di atas 20 juta di Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin, terutama untuk ekspor produk manufaktur.

Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, Indonesia juga perlu melakukan diversifikasi produk ekspor untuk bisa masuk pangsa pasar baru. Ia mengaku, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai hal tersebut. Tak hanya itu, diperlukan pula pemetaan agar hal ini bisa berjalan efektif.

"Tetapi Indonesia bisa memanfaatkan diplomat untuk membantu promosi produk UMKM dalam negeri," kata Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×