kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.890.000   -7.000   -0,37%
  • USD/IDR 16.285   6,00   0,04%
  • IDX 7.946   83,08   1,06%
  • KOMPAS100 1.121   13,54   1,22%
  • LQ45 828   12,37   1,52%
  • ISSI 268   2,13   0,80%
  • IDX30 428   6,12   1,45%
  • IDXHIDIV20 492   5,60   1,15%
  • IDX80 124   1,71   1,39%
  • IDXV30 130   1,41   1,09%
  • IDXQ30 138   1,75   1,28%

Perluasan AEoI ke Aset Kripto dan E-Money Dapat Tingkatkan Penerimaan Pajak


Rabu, 20 Agustus 2025 / 14:38 WIB
Perluasan AEoI ke Aset Kripto dan E-Money Dapat Tingkatkan Penerimaan Pajak
ILUSTRASI. Ilustrasi perwakilan cryptocurrency Ripple ditampilkan di depan grafik saham dan dolar AS, 24 Januari 2022. Perluasan cakupan AEoI ke aset keuangan seperti uang elektronik (e-money) dan aset kripto berpotensi signifikan meningkatkan penerimaan pajak.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Perluasan cakupan Automatic Exchange of Information (AEoI) ke aset keuangan seperti uang elektronik (e-money) dan aset kripto berpotensi signifikan meningkatkan penerimaan pajak.

Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan, ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menegaskan bahwa AEoI merupakan bagian dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP) yang diwajibkan memasok data ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 

ILAP itu bisa berasal dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, pihak swasta, hingga pasokan data lintas negara melalui skema AEoI.

Baca Juga: Potensi Investasi dan Kinerja Pajak Dinilai Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi 2026

Menurutnya, uang elekronik hingga aset kripto merupakan bagian dari harta yang dapat memberikan petunjuk penambahan penghasilan sebagai objek pajak penghasilan (PPh).

"Makanya, pemerintah memberikan perhatian serius terhadap aset keuangan tersebut," kata Prianto kepada Kontan.co.id, Selasa (19/8).

Ia menjelaskan, secara sederhana, penghasilan yang menjadi objek PPh dihitung berdasarkan rumus Income = Consumption + Net Wealth.

Artinya, tambahan harta dari sumber apa pun, termasuk dari aset keuangan, dapat mencerminkan tambahan penghasilan.

Baca Juga: Pemerintah Perlu Waspadai Risiko Fiskal dan Eksternal pada 2026

"Ketika tambahan harta tersebut terbukti valid dan wajib pajak tidak bisa menjelaskan asal usulnya melalui skema asset tracing, tambahan harta tersebut sejalan dengan tambahan penghasilan. Karena itu DJP berhak memajaki" katanya.

Sementara itu, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memberi catatan serius soal keamanan data.

Menurutnya, pertukaran informasi di bidang keuangan sangat sensitif dan perlu disertai perlindungan data nasabah, data pribadi, serta data transaksi.

Baca Juga: Indonesia-Kanada Perkuat Kerja Sama Ekonomi Bilateral melalui ICA-CEPA

"Selama ini, saya belum melihat DJP memperbaiki Coretax sebagai database mereka. Harus dipenuhi terlebih dahulu keterkaitan perlindungan data pribadi dan nasabah. Sistem DJP harus berbenah sebelum melakukan pertukaran informasi," pungkas Huda.

Selanjutnya: RKAP Danantara Rampung, Ekonom: Ide Investasi Proyek Dalam Negeri Tepat

Menarik Dibaca: Harga Emas Hari Ini Menguji Naik, Pasar Tunggu Petunjuk Suku Bunga Fed dari Powell

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×