Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah mengeluarkan sederet paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, dengan anggaran sebesar Rp 38,6 triliun.
Stimulus kebijakan tersebut disalurkan kepada rumah tangga, pekerja, UMKM, sektor padat karya, perunahan, mobil listrik dan hybrid.
Meski begitu, Kepala Center for of Macroeconomics and Finance The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menyampaikan, dari sederet paket stimulus tersebut, terdapat kebijakan yang hanya berlaku dua bulan atau pada Januari hingga Februari 2025.
Paket kebijakan tersebut yakni, Bantuan beras untuk 16 juta penerima bantuan pangan 10 kilogram (kg) per bulan dan diskon 50% untuk pelanggan listrik dengan daya maksimal 2.200 volt.
Baca Juga: CELIOS Sebut Tanpa Melibatkan UMKM, Efek Ekonomi Dari Makan Bergizi Sangat Kecil
Rizal menilai, dua paket kebijakan tersebut hanya bersifat jangka pendek dan tidak bisa mendorong perekonomian dalam jangka panjang.
“Kebijakan bansos beras 10 kg dan diskon listrik dua bulan memang bersifat sangat jangka pendek. Namun, kebijakan seperti ini tidak mampu memberikan kontribusi berarti terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” tutur Rizal kepada Kontan, Kamis (16/1).
Menurut Rizal, pemerintah perlu membuat kebijakan yang bersifat fundamental agar dorongan ke pertumbuhan ekonomi bisa berlangsung dalam jangka panjang. Misalnya dengan memberikan stimulus fiskal untuk investasi yang bisa mendorong konsumsi.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan Bansos Beras Diperpanjang Jadi 6 Bulan Tahun Ini
Meski begitu, tak serta merta pemberian bansos tambahan ini harus diperpanjang atau berlaku sepanjang tahun. Sebab, ia menilai, bila strategi tersebut digunakan sebagai bagian dari strategi jangka panjang, kebijakan bansos hanya akan membebani fiskal negara tanpa memberikan hasil yang sepadan/seimbang.
“Oleh karena itu, dalam analisis yang kritis, kebijakan ini harus ditempatkan sebagai pelengkap saja, bukan sebagai pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” tambahnya.
Disamping itu, Rizal juga mengingatkan, meskipun kebijakan stimulus memberikan dampak positif, namun ketergantungan pada langkah jangka pendek ini dapat menciptakan risiko.
Maka dari itu, pemerintah dinilai perlu berhati-hati agar tidak hanya menciptakan pertumbuhan sementara yang tidak berkelanjutan.
Rizal menambahkan, dengan adanya penurunan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% pada RDG Januari, Rabu (15/1) lalu, harus diiringi dengan upaya memastikan bahwa likuiditas tersalurkan ke sektor produktif, bukan hanya ke sektor konsumtif atau investasi spekulatif.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga diingatkan untuk memastikan dampak kebijakan tersebut terasa ke seluruh wilayah, tidak hanya terpusat di kawasan ekonomi yang sangat besar seperti di Pulau Jawa.
Baca Juga: Menko Pemberdayaan Masyarakat: Tak Ada Bansos untuk Hadapi Kenaikan PPN jadi 12%
“Melalui kebijakan yang berorientasi pada inklusivitas dan produktivitas, maka diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih solid dan berkelanjutan. Tanpa hal tersebut, maka risiko stagnasi ekonomi tetap mengancam di masa depan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rizal menyampaikan, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi di atas 5% secara berkelanjutan, pemerintah harus fokus pada reformasi struktural yang lebih mendalam.
Prioritas utama adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri. Selain itu, reformasi birokrasi untuk mempercepat proses perizinan dan menyederhanakan regulasi sangat penting guna menarik lebih banyak investasi asing langsung (FDI).
Kemudian, infrastruktur juga menjadi pilar penting. Pemerintah dinilai harus melanjutkan proyek strategis, tetapi dengan memperhatikan efisiensi anggaran dan keberlanjutan lingkungan. Selain itu, diversifikasi ekonomi perlu menjadi perhatian utama untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas primer.
“Mendorong industrialisasi berbasis teknologi tinggi dan transformasi ekonomi biru dan hijau memiliki potensi untuk memberikan daya tahan yang lebih baik terhadap gejolak ekonomi global,” tandasnya.
Selanjutnya: Achmad Muchtasyar, Dari Direktur PGAS Jadi Dirjen Migas Baru di Kementerian ESDM
Menarik Dibaca: 10 Rekomendasi Makanan Sehat Terbaik untuk Penderita Diabetes Konsumsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News