kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perlu kerjasama pemerintah dan masyarakat mematahkan hoaks seputar vaksin Covid-19


Jumat, 18 Desember 2020 / 17:33 WIB
Perlu kerjasama pemerintah dan masyarakat mematahkan hoaks seputar vaksin Covid-19
ILUSTRASI. Perlu kerjasama pemerintah dan masyarakat mematahkan hoaks seputar vaksin Covid-19.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi memerangi hoaks agar Indonesia segera keluar dari pandemi. Di Indonesia, gerakan antivaksin menguat berdasarkan aliran kepercayaan. Penolakan terhadap vaksin bahkan pernah dipublikasikan dalam jurnal bergengsi The Lancet dan Elsevier.

“Bagi masyarakat menengah ke bawah mudah mempercayai [hoaks] apalagi kalau berita disampaikan oleh tokoh pemuka,” kata Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dr. Julitasari Sundoro, dalam talkshow bertajuk “Tolak dan Tangkal Hoax” yang digelar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN).

Sejumlah mitos bertebaran misalnya vaksin berbahaya. Ada juga klaim dokter ahli gizi menyatakan jika kuman disuntikkan kepada anak dengan daya tahan tubuh menurun, maka kuman akan menjadi aktif bahkan menginfeksi tubuh resipien. “Ini adalah hal-hal yang keliru, misleading. Sebenarnya, vaksin yang akan kita pakai itu sudah inactive,” kata dia.

Klaim lain juga menyebutkan menangani Covid-19 tidak perlu vaksin lantaran hanya menghambur-hamburkan anggaran. Uang lebih baik dipakai untuk pengadaan tes PCR. Faktanya, PCR dibutuhkan untuk skrining penemuan kasus baru.

Sedangkan, vaksin dipakai untuk pencegahan. Hoaks lain seputar vaksin Covid-19 yakni tudingan bahwa uji klinis yang digelar di Bandung bersifat ecek-ecek lantaran jumlahnya terlalu sedikit hanya 1.620 orang. Faktanya, uji klinis vaksin dilakukan secara multisenter di beberapa negara lain dengan jumlah total 30.490 orang.

Baca Juga: Jokowi tegaskan tak hanya peserta BPJS yang dapat vaksin Covid-19

Julitasari mengatakan ada pula argumen yang dituduhkan gerakan antivaksin terbukti palsu. Misalnya soal tudingan vaksin MMR menyebabkan autisme. Faktanya, data yang dipublikasikan di majalah Lancet tidak benar. Majalah itu lantas menarik artikelnya pada 6 Februari 2010. Selain itu banyak riset membuktikan tuduhan vaksin MMR menyebabkan autisme tidak terbukti.

“Sebuah berita televisi 3 Desember 2020 menyebutkan ada pasien mengeluhkan pascaimunisasi di Tulangbawang. Padahal, vaksin baru tiba tadi malam,” ujar dia.

Mitos lain seputar vaksin Covid-19 misalnya sistem imun bayi tidak bisa mengatasi berbagai vaksin. Faktanya, justru makin kecil anak makin baik diberikan imunisasi. Vaksin hepatitis B misalnya diberikan saat masih bayi. Begitu pula vaksin Polio diberikan saat bayi masih di rumah sakit. Vaksin akan memberikan respons imun terhadap antigen yang masuk.

Ia meminta masyarakat tidak mudah terpancing isu hoaks seputar vaksin. Julitasari mengajar masyarakat mendapatkan informasi yang tepat melalui sumber terpercaya dan kredibel.

Baca Juga: Jokowi berharap tidak ada masyarakat yang tolak vaksinasi corona

Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, mengatakan selama pandemi Manfindo mencatat jumlah hoaks Covid-19 sangat masif. Data Mafindo menunjukkan pada 2018, ditemukan 997 hoaks. Jumlah ini meningkat pada 2019 menjadi 1.221 hoaks seiring digelarnya Pemilu.

Namun, pada 2020, hingga 16 November, Mafindo mencatat ada 2.024 hoaks beredar di masyarakat. Bahkan, pada Januari-November ditemukan ada 712 hoaks seputar Covid-19. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai ranking kelima dunia persebaran rumor, stigma, dan teori konspirasi seputar Covid-19.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×