Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
“Ini berdampak serius pada terjadinya konflik sosial di masyarakat, ketidakpercayaan, dan intimidasi terhadap rumah sakit dan tenaga kesehatan, abai protokol kesehatan, dan lainnya. Ancaman hoaks Covid-19 karena ini suatu hal lebih spesifik lagi. Kita menduga tingkat penerimaan hoaks vaksin akan dipengaruhi bagaimana mereka menerima hoaks tentang Covid-19,” kata Septiaji.
Rumor ini disebarkan oleh orang-orang yang kadang berprofesi sebagai dokter atau menjabat sebagai profesor.Kondisi ini terlihat di media sosial yang melahirkan kelompok-kelompok baru yang gemar menyebarkan hoaks Covid-19.
“Mereka yang sudah percaya hoaks Covid-19 sangat mungkin percaya hoaks vaksin Covid-19. Risikonya adalah mereka yang termakan hoaks vaksin Covid-19 bisa jadi enggan atau menolak program vaksinasi,” tutur dia.
Hoaks perihal vaksin Covid-19 itu misalnya hoaks adanya warga Korea Selatan yang meninggal dunia seusai vaksinasi atau vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan. Ada juga tudingan menyebutkan MUI melarang penggunaan vaksin yang didatangkan dari Tiongkok. Padahal, MUI tidak pernah menyampaikan pernyataan itu.
Baca Juga: Kemendag targetkan ekspor non migas mencapai US$ 180 miliar di 2021
Mafindo mengidentifikasi ada dua kelompok yang cenderung percaya hoaks vaksin Covid-19. Kelompok pertama, kelompok yang secara tradisional antivaksin karena alasan keyakinan atau antisains modern. Kelompok berikutnya yakni kelompok bukan antivaksin namun masuk ke dalam kelompok yang terpapar dan lebih percaya hoaks Covid-19. Kelompok terakhir inilah yang berpotensi menolak vaksin lantaran terlanjur termakan hoaks.
“Kami khawatir kelompok ini yang besar. Dan kelompok ini yang perlu kita perjuangkan bisa kita yakinkan bahwa isu-isu itu adalah hoaks dan percayalah pada pendapat pakar yang kemudian diadopsi pemerintah,” kata Septiaji.
Dalam setiap narasi hoaks, ada beberapa trigger words yang kerap disampaikan yakni tidak halal, berbahaya bagi kesehatan, rekayasa elite global, settingan tiongkok dan narasi politis. Poin-poin ini perlu disikapi secara serius oleh pemerintah.
“Kami punya pengalaman saat melawan hoaks covid beberapa trigger words ini muncul. Cuma kadang-kadang kami melihat responsnya belum cukup. Jadi masyarakat lebih percaya hoaks ketimbang klarifikasi yang diedarkan [pemerintah],” ujarnya.
Selanjutnya: Hati-hati, Virus Corona sebabkan MIS-C pada anak-anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News