kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perlu aturan jelas untuk cegah dinasti politik


Rabu, 09 Oktober 2013 / 15:38 WIB
Perlu aturan jelas untuk cegah dinasti politik
ILUSTRASI. Lautan Luas (LTLS) akan membagikan dividen Rp 108 miliar atau setara Rp 70 per saham.


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Arif Wibowo mengatakan bahwa penolakan pada praktik politik dinasti tak dapat dilakukan dengan mudah. Menurutnya, perlu dibuat aturan main yang jelas agar tak ada pelanggaran pada hak konstitusi dan tak mudah kalah saat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Arif menuturkan, seluruh fraksi di Komisi II memiliki semangat yang sama untuk menolak politik dinasti. Akan tetapi, semuanya sadar perlu ada mekanisme yang jelas agar hak konstitusi bahwa semua warga negara berhak memilih dan dipilih tak dilanggar.

"Semangatnya sama menolak politik dinasti, tapi tidak bisa serta-merta karena bertabrakan dengan hak konstitusi," kata Arif di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (9/10).

Politisi PDI Perjuangan ini melanjutkan, proses seleksi calon pemimpin harus didorong secara terbuka dan transparan. Calon kepala daerah yang akan diusung suatu partai politik haruslah figur yang benar-benar dikehendaki rakyat, memiliki kapasitas dan kredibilitas yang baik, serta mampu menjalani pemerintahan yang baik.

"Bahwa semangatnya tidak boleh pejabat dinasti, itu adalah sikap kita. Tapi, kemudian rumusannya seperti apa sehingga penolakan politik dinasti itu tidak melanggar konstitusi," ujarnya.

Ia melanjutkan, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar ke depan penetapan pasangan calon kepala daerah diputuskan sekitar enam atau dua belas bulan sebelum waktu pemilihan. Alasannya ialah agar masyarakat dapat mengetahui figur yang maju sebagai calon kepala daerah dan dapat memberikan respons sebagai bahan pertimbangan partai untuk tetap mencalonkan figur tersebut atau sebaliknya.

Bagi PDI Perjuangan, kata Arif, kekerabatan dalam politik bukanlah sesuatu yang haram, terlebih diperkuat dengan hak konstitusi dalam berpolitik. Akan tetapi, semua figur yang tidak memenuhi syarat harus ditolak dan tak dapat maju sebagai calon pejabat daerah.

"Rumusan ini yang sedang kita bahas. Kita tidak bisa nolak politik dinasti dengan asal-asalan, tapi perlu ada sesuatu yang lebih rigid, yang lebih jelas. Kita perberat syaratnya agar keluarga petahana tidak bisa seenaknya mengusung calonnya," pungkas Arief.

Sebagai informasi, politik dinasti kembali menuai sorotan. Pandangan publik tertuju pada dinasti politik yang dibangun oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah pasca-penangkapan dan penetapan adik kandung Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dugaan melakukan suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (kini nonaktif) Akil Mochtar.

Wawan diduga melakukan suap terkait sengketa Pilkada Lebak yang ditangani MK. Selain Atut dan Wawan, anggota keluarga lainnya juga menduduki posisi penting di Banten dan di tingkat pusat.

Mereka adalah Hikmat Tomet (suami Atut) yang menjadi anggota Komisi V DPR RI; Andhika Hazrumy (anak pertama Atut), anggota DPD dari Provinsi Banten; dan Ade Rosi Khairunnisa (Istri Andhika), saat ini Wakil Ketua DPRD Kota Serang.

Lalu, ada Andiara Aprilia Hikmat (anak kedua Atut), calon anggota DPR RI; Tanto Warsono Arban (suami Andiara), calon anggota DPR RI; Heryani (ibu tiri Atut) Wakil Bupati Pandeglang; Ratu Tatu Chassanah (adik kandung Atut), Wakil Bupati Serang; Tubagus Chaerul Jaman (adik tiri Atut), Wali Kota Serang; dan Airin Rachmi Diany (istri Wawan), Wali Kota Tangerang Selatan. (Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×