Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Advokasi yang mendampingi 32 warga negara pada gugatan warga negara atas pencemaran udara di Jakarta, Senin (17/1) mendaftarkan dokumen kontra memori banding di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Langkah ini dinilai sebagai langkah hukum lanjutan terhadap pengajuan banding yang dilakukan empat tergugat pejabat negara yakni Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan.
Jeanny Sirait salah satu anggota tim advokasi mengatakan, kontra memori banding tersebut didaftarkan sebagai kontra atas argumentasi yang disampaikan para pihak tergugat dalam memori banding yang sudah mereka ajukan pada Oktober 2021.
“Kontra memori banding ini bertujuan untuk menguatkan pertimbangan hukum hakim di pengadilan tingkat pertama yang sejatinya kami nilai sudah tepat,” kata Jeanny dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (17/1).
Baca Juga: Berlaku 13 November 2021, ini 4 tempat untuk uji emisi kendaraan
Jeanny berharap Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dapat menguatkan pertimbangan hukum dari majelis hakim tingkat pertama, dan kembali memenangkan warga dalam mendapatkan hak atas udara bersih.
“Putusan yang diambil oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta diharapkan memiliki perspektif publik, diarahkan pada pemenuhan hak atas kesehatan bagi warga DKI Jakarta, dan didasarkan pada fakta-fakta yang nyata pada proses persidangan di tingkat pertama,” katanya.
Menurutnya warga kecewa dengan keputusan Presiden RI dan para menteri untuk memperpanjang proses hukum.
“Saat ini bukan saat yang tepat panjang-panjangan nafas upaya hukum. Nafas warga DKI Jakarta menjadi taruhan atas upaya hukum yang tidak perlu ini. Instead, keras-kerasan kepala. Kenapa tidak memilih mengambil langkah perbaikan demi kepentingan warga?” tutur Jeanny.
Senada, salah satu penggugat, Khalisah Khalid, menilai pengajuan banding yang dilakukan para tergugat hanya akan membuang waktu.
Sementara itu, penggugat lainnya, Leonard Simanjuntak, menilai upaya banding ini membuktikan bahwa pemerintah pusat tidak serius dalam menjaga kesehatan rakyatnya.
Leonard menambahkan bahwa persoalan kesehatan publik merupakan persoalan yang serius, karena sudah memakan korban yang cukup banyak setiap tahunnya.
“Daripada berkelit dan bersikap defensif berdasar kebijakan-kebijakan setengah hati yang lebih memihak industri, pemerintah pusat sebaiknya menjadikan momentum gugatan warga ini untuk memperbaiki berbagai kebijakannya secara komprehensif dan menjaga kesehatan rakyatnya dengan lebih baik,” ucap Leonard.
Baca Juga: Polusi udara jadi masalah serius Indonesia, tingkat PM melebihi batas pedoman WHO
Pada sidang putusan 16 September 2021 dengan nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019 yang terdaftar pada 4 Juli 2019, hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan para tergugat sebagian.
Selanjutnya juga menyatakan Tergugat I (Presiden), Tergugat II (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Tergugat III (Menteri Dalam Negeri), Tergugat IV (Menteri kesehatan), dan Tergugat V (Gubernur DKI Jakarta) telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Hakim PN Jakarta Pusat juga menghukum tergugat I untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada vonis putusan hakim juga menghukum Tergugat II untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan pengetatan emisi lintas batas provinsi DKI, Banten dan Jawa Barat.
Selain itu, menghukum Tergugat III untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kinerja Tergugat V dalam pengendalian pencemaran udara.
Adapun putusan hukum untuk Tergugat IV adalah melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan Tergugat V dalam penyusunan strategi rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Baca Juga: Penggugat polusi udara Jakarta minta Jokowi tak ajukan banding
Hingga saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan. Angka ini tiga kali lebih rendah dari standar WHO yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.
Kompilasi data PM 2.5 tahunan dari AirNow di Jakarta selatan adalah 36 ug/m3, sementara Jakarta Pusat adalah 34 ug/m3 yang artinya sudah melebihi 2 kali lipat BMUA Nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News