Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Yudho Winarto
“Daripada berkelit dan bersikap defensif berdasar kebijakan-kebijakan setengah hati yang lebih memihak industri, pemerintah pusat sebaiknya menjadikan momentum gugatan warga ini untuk memperbaiki berbagai kebijakannya secara komprehensif dan menjaga kesehatan rakyatnya dengan lebih baik,” ucap Leonard.
Baca Juga: Polusi udara jadi masalah serius Indonesia, tingkat PM melebihi batas pedoman WHO
Pada sidang putusan 16 September 2021 dengan nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019 yang terdaftar pada 4 Juli 2019, hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan para tergugat sebagian.
Selanjutnya juga menyatakan Tergugat I (Presiden), Tergugat II (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Tergugat III (Menteri Dalam Negeri), Tergugat IV (Menteri kesehatan), dan Tergugat V (Gubernur DKI Jakarta) telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Hakim PN Jakarta Pusat juga menghukum tergugat I untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada vonis putusan hakim juga menghukum Tergugat II untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan pengetatan emisi lintas batas provinsi DKI, Banten dan Jawa Barat.
Selain itu, menghukum Tergugat III untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kinerja Tergugat V dalam pengendalian pencemaran udara.
Adapun putusan hukum untuk Tergugat IV adalah melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan Tergugat V dalam penyusunan strategi rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Baca Juga: Penggugat polusi udara Jakarta minta Jokowi tak ajukan banding
Hingga saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan. Angka ini tiga kali lebih rendah dari standar WHO yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.
Kompilasi data PM 2.5 tahunan dari AirNow di Jakarta selatan adalah 36 ug/m3, sementara Jakarta Pusat adalah 34 ug/m3 yang artinya sudah melebihi 2 kali lipat BMUA Nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News