Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Proses realisasi perjanjian perdamaian antara mitra usaha dengan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada terancam batal. Salah satu kreditur dengan nama Kristina TB Sihombing mengajukan gugatan pembatalan perjanjian damai ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 8 Desember 2014 yang lalu.
Sidang perdana dari perkara dengan nomor 6/Pdt.Sus-Pem.Perdamaian/2014 jo. No. 21/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst hingga kini belum dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pihak Koperasi Cipaganti yang selalu absen dari pemanggilan pengadilan untuk dihadirkan sebagai pihak termohon. Sidang yang sekiranya dilangsungkan pada Senin (5/1) kembali diundur hingga minggu depan. Kuasa hukum pemohon, Wiling Learned enggan berkomentar ketika dirinya dimintai keterangan mengenai gugatan yang diajukan oleh kliennya tersebut.
"Belum bisa memberi komentar apapun. Masalahnya ini kan sidangnya belum dimulai dan dari pihak debitur juga belum hadir. Jadi kita belum bisa memberikan komentar apapun saat ini. Permohonan juga belum dibacakan jadi masih prematur untuk disampaikan ke melalui media," ujarnya, Senin (5/1).
Molornya sidang perdana gugatan pembatan perjanjian damai ini karena pihak Koperasi Cipaganti Karya Guna yang tidak pernah hadir di dalam sidang-sidang gugatan sebelumnya. Ketidakhadiran pihak Cipaganti ini membuat jalannya persidangan menjadi terhambat. Setelah diusut lebih lanjut, penyebab absennya pihak termohon tersebut karena alamat dari Koperasi Cipaganti sudah tidak lagi valid. Koperasi yang berhutang Rp 3,2 triliun kepada investor ini telah pindah alamat.
Sebagai jalan keluar, Ketua majelis hakim, Sutio J. Akhirno akhirnya memberikan dua opsi kepada kuasa hukum pemohon, yakni untuk mengubah gugatan atau memasang iklan di surat kabar nasional terkait dengan alamat koperasi Cipaganti yang tidak tahu dimana. Sutio memberikan waktu selama seminggu bagi pemohon untuk memberikan jawaban pada agenda sidang berikutnya.
Ketua Panitia Kreditur Koperasi Cipaganti, Davit T. Sardjono mengakui sudah selama 3 bulan aset-aset debitur yang diberikan kepada pihaknya sangat sulit untuk dijual. Penjualan aset debitur ini sebagai salah satu bentuk dari realisasi perjanjian perdamaian antara mitra usaha dengan Koperasi Cipaganti. Menurutnya setiap aset debitur tersebut memiliki permasalahan hukumnya masing-masing.
"Misalnya hotel di Legian Bali yang ternyata dijaminkan di bank yang tidak mungkin djual begitu saja. Kami harus selesaikan dengan pihan bank. Begitu juga dengan Hotel Pangandaran, ternyata ada supplier yang belum dibayar dan menggugat PKPU," jelasnya.
Macetnya penjualan aset Koperasi Cipaganti tersebut menjadi salah satu alasan masuknya gugatan pembatalan perjanjian damai ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Meskipun begitu, dirinya tetap merasa optimis kalau Koperasi Cipaganti tidak akan pailit. "Harapan masih ada, kami tidak mau pailit. Kami masih ingin mengolah aset yang ada," ujar Davit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News