kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.491.000   8.000   0,32%
  • USD/IDR 16.757   21,00   0,13%
  • IDX 8.610   -8,64   -0,10%
  • KOMPAS100 1.188   4,72   0,40%
  • LQ45 854   1,82   0,21%
  • ISSI 307   0,26   0,08%
  • IDX30 439   -0,89   -0,20%
  • IDXHIDIV20 511   -0,15   -0,03%
  • IDX80 133   0,33   0,25%
  • IDXV30 138   0,47   0,34%
  • IDXQ30 140   -0,47   -0,33%

Perda Retribusi Bikin Harga Pangan Mahal


Jumat, 16 Mei 2008 / 18:05 WIB
Perda Retribusi Bikin Harga Pangan Mahal


Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test

JAKARTA. Peraturan daerah (Perda) tentang pajak dan retri­busi di sejumlah daerah ternyata menjadi penyebab meningkat­nya ongkos bertani. Perda terse­but menyebabkan tambahan ongkos produksi, distribusi dan penanganan pasca panen. Pada akhirnya, semua ini menyebab­kan produk pertanian Indonesia menjadi lebih mahal ketimbang produk pangan impor.

Itu merupakam sebagian temuan Komi­te Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Manajer Penelitian dan Pengembangan Komite Pe­laksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Sigit Murwito meng­ungkapkan, selain menyebab­kan harga pangan dalam negeri mahal, daya saing produk perta­nian Indonesia menjadi semakin rendah.

KPPOD menemukan adanya pajak dan retribusi di semua sektor pertanian. Mulai dari bu­didaya, pemasaran, maupun pasca panen. "Termasuk untuk benih, lahan, dan sarana pro­duksi lainnya, seperti traktor dan air," kata Sigit, Rabu (30/4).

KPPOD telah mengkaji 264 Perda di tingkat provinsi, kabu­paten, dan kota di seluruh Indo­nesia yang terbit selama 1983 sampai 2008. Perda di sektor pertanian hanya menambah pu­ngutan dan menjadi musuh pe­ngembangan pertanian di dae­rah. Sebagai contoh adalah re­tribusi benih untuk petani. Ada juga daerah yang mengutip re­tribusi angkutan hasil panen petani. Itu baru yang berhubungan langsung dengan petani. Pada­hal setelah hasil panen keluar dari sawah, masih ada lagi Perda yang giliran memungut di se­panjang rantai produksi, distri­busi dan pemasaran.
Makanya, KPPOD mengkritik hingga kini pemerintah pusat maupun daerah tidak mampu menciptakan tata niaga produk pangan yang menguntungkan petani. Termasuk, sampai seka­rang pemerintah belum menyi­apkan kebijakan tarif impor berbagai jenis bahan pangan.

Kondisi ini makin bertambah buruk jika melihat rusaknya in­frastruktur pertanian. Kalau pe­merintah tidak segera membe­nahi aturan dan memperbaiki infrastruktur pertanian, petani Indonesia tetap kalah bersaing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×