Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test
JAKARTA. Peraturan daerah (Perda) tentang pajak dan retribusi di sejumlah daerah ternyata menjadi penyebab meningkatnya ongkos bertani. Perda tersebut menyebabkan tambahan ongkos produksi, distribusi dan penanganan pasca panen. Pada akhirnya, semua ini menyebabkan produk pertanian Indonesia menjadi lebih mahal ketimbang produk pangan impor.
Itu merupakam sebagian temuan Komite Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Manajer Penelitian dan Pengembangan Komite Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Sigit Murwito mengungkapkan, selain menyebabkan harga pangan dalam negeri mahal, daya saing produk pertanian Indonesia menjadi semakin rendah.
KPPOD menemukan adanya pajak dan retribusi di semua sektor pertanian. Mulai dari budidaya, pemasaran, maupun pasca panen. "Termasuk untuk benih, lahan, dan sarana produksi lainnya, seperti traktor dan air," kata Sigit, Rabu (30/4).
KPPOD telah mengkaji 264 Perda di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia yang terbit selama 1983 sampai 2008. Perda di sektor pertanian hanya menambah pungutan dan menjadi musuh pengembangan pertanian di daerah. Sebagai contoh adalah retribusi benih untuk petani. Ada juga daerah yang mengutip retribusi angkutan hasil panen petani. Itu baru yang berhubungan langsung dengan petani. Padahal setelah hasil panen keluar dari sawah, masih ada lagi Perda yang giliran memungut di sepanjang rantai produksi, distribusi dan pemasaran.
Makanya, KPPOD mengkritik hingga kini pemerintah pusat maupun daerah tidak mampu menciptakan tata niaga produk pangan yang menguntungkan petani. Termasuk, sampai sekarang pemerintah belum menyiapkan kebijakan tarif impor berbagai jenis bahan pangan.
Kondisi ini makin bertambah buruk jika melihat rusaknya infrastruktur pertanian. Kalau pemerintah tidak segera membenahi aturan dan memperbaiki infrastruktur pertanian, petani Indonesia tetap kalah bersaing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News