kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Perda Retribusi Bikin Harga Pangan Mahal


Jumat, 16 Mei 2008 / 18:05 WIB
Perda Retribusi Bikin Harga Pangan Mahal


Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test

JAKARTA. Peraturan daerah (Perda) tentang pajak dan retri­busi di sejumlah daerah ternyata menjadi penyebab meningkat­nya ongkos bertani. Perda terse­but menyebabkan tambahan ongkos produksi, distribusi dan penanganan pasca panen. Pada akhirnya, semua ini menyebab­kan produk pertanian Indonesia menjadi lebih mahal ketimbang produk pangan impor.

Itu merupakam sebagian temuan Komi­te Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Manajer Penelitian dan Pengembangan Komite Pe­laksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Sigit Murwito meng­ungkapkan, selain menyebab­kan harga pangan dalam negeri mahal, daya saing produk perta­nian Indonesia menjadi semakin rendah.

KPPOD menemukan adanya pajak dan retribusi di semua sektor pertanian. Mulai dari bu­didaya, pemasaran, maupun pasca panen. "Termasuk untuk benih, lahan, dan sarana pro­duksi lainnya, seperti traktor dan air," kata Sigit, Rabu (30/4).

KPPOD telah mengkaji 264 Perda di tingkat provinsi, kabu­paten, dan kota di seluruh Indo­nesia yang terbit selama 1983 sampai 2008. Perda di sektor pertanian hanya menambah pu­ngutan dan menjadi musuh pe­ngembangan pertanian di dae­rah. Sebagai contoh adalah re­tribusi benih untuk petani. Ada juga daerah yang mengutip re­tribusi angkutan hasil panen petani. Itu baru yang berhubungan langsung dengan petani. Pada­hal setelah hasil panen keluar dari sawah, masih ada lagi Perda yang giliran memungut di se­panjang rantai produksi, distri­busi dan pemasaran.
Makanya, KPPOD mengkritik hingga kini pemerintah pusat maupun daerah tidak mampu menciptakan tata niaga produk pangan yang menguntungkan petani. Termasuk, sampai seka­rang pemerintah belum menyi­apkan kebijakan tarif impor berbagai jenis bahan pangan.

Kondisi ini makin bertambah buruk jika melihat rusaknya in­frastruktur pertanian. Kalau pe­merintah tidak segera membe­nahi aturan dan memperbaiki infrastruktur pertanian, petani Indonesia tetap kalah bersaing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×