Reporter: Agus Triyono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Pemerintah tak yakin dengan target penyerapan tenaga kerja yang telah dibuat tahun ini. Kalau semula menargetkan setiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 350.000 tenaga kerja baru, awal tahun ini pemerintah menurunkan target itu menjadi 225.000 pekerja.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana berdalih, perubahan proyeksi ini menyesuaikan data angkatan kerja dan jumlah pengangguran di Badan Pusat Statistik (BPS). Tapi, ia tidak menjelaskan mengapa elastisitas penyerapan tenaga kerja ini jauh lebih rendah dari target awal.
Tapi, merujuk hasil kajian Komite Ekonomi Nasional (KEN), tingkat elastisitas pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap penyerapan tenaga kerja memang terus menurun sejak 2008. Berdasarkan hitungan KEN, sepanjang Januari- September 2012, jumlah penyerapan tenaga kerja per 1% ternyata hanya 180.000 orang. Padahal, sepanjang tahun 2012, pemerintah menargetkan per 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sampai dengan 450.000 tenaga kerja baru.
Ninasapti Triaswati, Anggota KEN, mengatakan bahwa penyerapan tenaga kerja pada tahun 2012 yang rendah itu sangat mengkhawatirkan. Terlebih lagi, jika melihat jumlah penyerapan tenaga kerja yang terjadi pada tahun 2010 dan 2011 kemarin yang bisa mencapai 500.000 dan 225.000 tenaga kerja.
Menyikapi tingkat penyerapan tenaga kerja yang rendah itu, beberapa waktu lalu pemerintah memutuskan untuk memberikan insentif keringanan pajak kepada industri padat karya. Apalagi, tahun ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan penciptaan sebanyak 1 juta lapangan kerja baru.
Agus Martowardojo, Menteri Keuangan mengatakan bahwa setidaknya, ada empat golongan industri yang akan mendapatkan insentif pajak. Mereka termasuk menyerap tenaga kerja yang besar.
Di antaranya, industri yang beroperasi di Kawasan Ekonomi Khusus dan industri yang bergerak di bidang energi terbarukan.
Agus berharap, dengan pemberian insentif tersebut, beban industri padat karya bisa semakin ringan. Sehingga, ketika mengalami kondisi yang agak sulit, seperti krisis ekonomi global dan pelemahan rupiah, mereka tetap bisa kompetitif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News