Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menganggarkan Rp 53,57 triliun untuk pembiayaan korporasi dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020. Sayangnya, hingga saat ini anggaran program yang diperuntukkan bagi korporasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini sama sekali belum tersalurkan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pagu tersebut dialokasikan untuk tiga program. Pertama, penempatan dana untuk restrukturisasi korporasi padat karya sebesar Rp 3,42 triliun. Kedua, penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 20,5 triliun. Ketiga, investasi pemerintah untuk modal kerja BUMN Rp 29,65 triliun serta Penjaminan Kredit Korporasi.
Staf Ahli Bidang Keuangan Negara Kemenkeu Kunta Wibawa menjelaskan pembiayaan korporasi sudah mulai berjalan dengan skema penjaminan kredit korporasi non-UMKM dan padat karya dengan pagu Rp 7 triliun dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Baca Juga: Penjaminan pemerintah belum signifikan dorong kredit modal kerja
“Untuk penjaminan korporasi sudah berjalan, tapi memang belum ditagihkan ke kita sehingga uang keluar dari pemerintah belum ada,” jelas Kunta kepada Kontan.co.id, Minggu (18/10).
Pada stimulus ini, pemerintah tidak menyalurkan pinjaman secara langsung dari uang pemerintah, melainkan dalam bentuk dorongan untuk modal kerja korporasi dalam bentuk penjaminan.
Sehingga skemamya mirip dengan penjaminan kredit modal kerja UMKM melalui pemerintah yang membayar iuran jasa penjaminan atau asuransinya.
Adapun memang menurutnya stimulus penjaminan ini butuh waktu yang cukup lama dibandingkan penjaminan kredit untuk UMKM. Sehingga diharapkan pada Oktober 2020 ini akan segera dicairkan.
Sementara itu, Per 7 Oktober 2020 realisasi penyerapan anggaran PEN seluruhnya telah mencapai 47,7% atau sudah terserap sekitar Rp 331,94 triliun dari total anggaran PEN sebesar Rp 695,2 Ttriliun.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menjelaskan, salah satu sektor anggaran PEN yang masih sangat rendah penyerapannya adalah pembiayaan korporasi. Pembiayaan ini di dalamnya terdapat berbagai insentif yang meliputi penyertaan modal untuk BUMN dan bantuan untuk industri padat karya.
Josua menyebutkan, penyerapan pembiayaan korporasi yang masih 0% ini disebabkan karena adanya regulasi yang belum selesai disusun sehingga sehingga pemerintah belum dapat mengucurkan dananya.
“Bila masalah terkait regulasi ini belum dapat difinalisasi, demi menopang perekonomian, pemerintah ada baiknya mengalihkan anggarannya ke bantuan sosial,” jelas Josua kepada Kontan.co.id.
Pengalihan anggaran ini lebih baik dilakukan guna mempercepat realisasi untuk sektor ini dan dampaknya yang langsung ke daya beli masyarakat. Adapun pengalihan tersebut juga tidak akan mubazir apabila dialokasikan ke sektor yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Dengan pengalihan bantuan ini, diharapkan konsumsi masyarakat dapat semakin meningkat di akhir tahun 2020,” katanya.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pemerintah gunakan semua instrumen untuk pulihkan ekonomi masyarakat
Hal ini lebih baik dilakukan dibandingkan dengan masih rendahnya penyerapan bila terpaku pada satu sektor. Sehingga menurut Josua lebih baik anggaran pembiayaan korporasi dialihkan kepada sektor yang mampu menyerap lebih efektif dan cepat. “Apalagi sektor konsumsi masih mendominasi aktivitas ekonomi di Indonesia,” tandasnya.
Sehingga apabila pengalihan telah dilakukan, maka Josua juga memprediksikan laju realisasi stimulus pemerintah ini baru akan mulai berdampak pada kuartal 4-2020. Perkiraannya pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mulai tumbuh di kisaran 0% sampai 1%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News