Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pemerintah terus bekerja keras untuk memulihkan ekonomi nasional di masa pandemi corona dengan kombinasi antara kebijakan fiskal dan moneter.
Hal tersebut ungkapkannya pada CNBC Debate on the Global Economy, salah satu rangkaian acara Pertemuan Tahunan IMF – World Bank Group 2020, Kamis lalu (15/10).
“Kita tahu bahwa kita perlu langkah extraordinary seperti defisit fiskal, maupun kebijakan moneter yang mendukung. Tetapi bagi kita untuk dapat pulih, kita tidak boleh bergantung pada hanya dua instrumen, yaitu kebijakan fiskal dan moneter. Kami perlu bekerja sangat keras,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan tertulis yang dikutip di situs Setkab.go.id, Sabtu (17/10).
Menkeu menegaskan, upaya yang dilakukan pemerintah melebarkan defisit fiskal dengan meningkatkan pengeluaran untuk kesehatan, perlindungan sosial, UMKM, korporasi serta stabilitas sektor keuangan semata-mata ditujukan untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat.
Baca Juga: Sri Mulyani berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali pulih di tahun 2021
“Indonesia menggunakan defisit fiskal ini yang pertama dan terpenting sebenarnya untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat sebagai kehidupan dan mata penghidupan,” ujarnya.
Sri Mulyani merasa beruntung karena DPR mendukung penuh di waktu yang sangat tepat dalam menyetujui berbagai perubahan terkait defisit fiskal dan program pemulihan ekonomi (PEN).
Ia pun optimistis momentum pemulihan ekonomi pada kuartal III-2020 terus berlanjut setelah kontraksi sangat dalam. “Seperti yang Anda sebutkan bahwa ramalan IMF lebih baik, kami juga melihat peningkatan pada kuartal ketiga setelah kontraksi yang sangat dalam 5,3%. Kami sekarang menjadi lebih baik pada kuartal ketiga dan kami berharap momentum pemulihan ini akan dilanjutkan,” tandasnya.
Terkait kerja sama luar biasa antara pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) melalui burden sharing, kata Sri Mulyani, hal ini dilakukan dengan sangat hati-hati.
Kerja sama tersebut, memerlukan banyak komunikasi untuk meyakinkan masyarakat, pemegang obligasi, serta lembaga pemeringkat bahwa independensi Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral tidak terpengaruh.
“Ini adalah intervensi yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana BI juga dapat membeli obligasi pemerintah di pasar perdana tanpa menimbulkan kesan bahwa kami mengancam independensi Bank Sentral. Kami sangat membutuhkan banyak komunikasi di saat merancang kebijakan apa yang tepat,” jelasnya.
Selanjutnya: Bank Dunia sebut UU Cipta Kerja angin segar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News