Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mulai tahun 2020, alokasi penyaluran dana desa akan memperhitungkan capaian kinerja dari setiap desa. Tujuannya mendorong desa untuk mengoptimalkan pembangunan dan pemberdayaan menggunakan dana desa, serta mendorong semakin banyak desa naik status menjadi desa berkembang hingga mandiri.
Sepanjang periode 2015-2018, pemerintah telah menurunkan jumlah desa tertinggal hingga 6.518 desa, melampaui sasaran penurunan dalam RPJMN 2015-2019 yang sebesar 5.000 desa. Selain itu, pemerintah juga telah menaikkan jumlah desa mandiri sebanyak 2.665 desa, lebih tinggi dari sasaran kenaikan yang sebesar 2.000 desa.
Pada Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024, pemerintah memasang target sasaran yang lebih tinggi. Dalam lima tahun ke depan, jumlah desa mandiri ditargetkan naik 3.000 menjadi 8.559, sedangkan desa berkembang ditargetkan naik 4.000 menjadi 58.879.
Baca Juga: Tahun depan, pemerintah alokasikan Dana Desa berdasarkan kinerja
Sebaliknya, pemerintah ingin menurunkan jumlah desa tertinggal dari baseline pada 2019 sebanyak 13.232 desa, menjadi 6.232 desa.
Pemerintah juga mematok target penurunan angka kemiskinan desa dari kisaran 13,2% pada 2019 menjadi hanya 9% pada 2024.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemprov Jawa Barat Dedi Supandi menilai, langkah Kemenkeu mengurangi penyaluran dana desa berdasarkan Alokasi Afirmasi (AA) dan menggeser ke Alokasi Kinerja (AK) sudah tepat. Ia juga berharap, formula Alokasi Kinerja makin meningkat setiap tahunnya.
Tahun sebelumnya, dana desa berdasarkan Alokasi Afirmasi mencapai 3%. Tahun depan, alokasi dipangkas menjadi hanya 1,5% dan sisa 1,5% nya disalurkan untuk Alokasi Kinerja.
Alokasi Afirmasi dihitung berdasarkan status Desa Tertinggal dan Desa Sangat Teringgal, yaitu yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi. Sementara Alokasi Kinerja diberikan pada desa-desa yang dinilai memiliki capaian kinerja desa terbaik.
Dedi menilai, adanya alokasi afirmasi selama ini membuat banyak desa enggan menaikkan status desanya dari tertinggal dan sangat tertinggal menjadi desa berkembang apalagi desa mandiri.
“Karena dengan perhitungan sebelumnya, beda anggaran antara desa tertinggal dengan desa mandiri itu bisa sampai Rp 350 juta. Jadi banyak desa yang tidak mau jadi desa maju dan mandiri kalau begitu,” tutur Dedi kepada Kontan.co.id.
Dengan adanya dana desa berdasarkan alokasi kinerja, Dedi berpendapat mestinya kini desa justru jadi berlomba-lomba untuk membangun dan memanfaatkan dana desa secara maksimal.
Sebaliknya, ia menyarankan agar pemerintah mengevaluasi setiap desa yang mendapatkan alokasi afirmasi dalam periode tertentu.
“Misalnya, kalau sudah lima tahun berturut-turut menerima alokasi afirmasi tapi tidak ada kemajuan status desanya, patut dipertanyakan atau sudah jangan diberikan alokasi lagi,” kata Dedi.
Baca Juga: Bermasalah, Pencairan Dana Desa Tahap III dihentikan
Mengutip data Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi , Dedi mengatakan, pemprov Jawa Barat berhasil mengentas desa sangat tertinggal dari yang jumlah 48 desa pada 2018 menjadi nol pada 2019.
Jumlah desa tertinggal juga turun dari 929 desa tahun 2018, menjadi 326 desa pada 2019.
Sementara, jumlah desa berkembang naik dari 3.603 desa menjadi 3.656 desa pada tahun ini. Jumlah desa maju naik lebih pesat, yaitu dari hanya 695 desa menjadi 1.232 desa di 2019.
Begitu juga dengan jumlah desa mandiri yang naik dari sebelumnya 37 desa menjadi 98 desa.
“Ini salah satunya karena pemerintah provinsi memberikan motivasi kepada desa yang mengalami kemajuan. Misalnya penghargaan bantuan mobil multifungsi Mobil Aspirasi Kampung Juara (Maskara) untuk desa, atau bantuan modal bagi BUMDES,” tutur Dedi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News