Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
Analisis uang beredar BI juga menunjukkan mismatch. Pada Juni 2025, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 6,6% yoy, namun kredit hanya naik 7,6% yoy. Artinya, meski likuiditas meningkat, penyaluran kredit tetap belum optimal.
Dari sisi jenis kredit, hanya kredit konsumsi yang mencatat pertumbuhan stabil. Sementara kredit modal kerja melambat menjadi 4,3%, dan kredit investasi tumbuh 12,2%, namun juga turun tipis dibanding bulan sebelumnya.
“Ini menunjukkan preferensi risiko perbankan yang masih konservatif, hanya menyasar sektor-sektor tertentu seperti industri pengolahan dan jasa,” kata Josua.
Ia menilai, agar kebijakan pelonggaran likuiditas lebih efektif, BI perlu mempertimbangkan insentif tambahan yang mendorong bank menyalurkan kredit ke sektor produktif.
Baca Juga: Gubernur BI: Imbal Hasil SBN dan SRBI Masih Menarik bagi Investor Asing
“Meskipun secara teori pengurangan SRBI akan meningkatkan likuiditas, efektivitasnya tetap tergantung pada risk appetite bank, prospek sektor riil, dan kualitas peluang kredit yang tersedia,” ujar Josua.
Karena itu, Josua menekankan pentingnya langkah lanjutan seperti perbaikan permintaan kredit, peningkatan kualitas debitur, serta strategi mitigasi risiko di sektor riil.
“Tanpa langkah tersebut, kebijakan pengurangan outstanding SRBI saja tidak akan secara otomatis meningkatkan pertumbuhan kredit yang diharapkan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Outstanding SRBI Terus Menyusut, Sisa Rp 770 Triliun per Juni 2025
Menarik Dibaca: 100 Anak Muda ASEAN Siap Laksanakan Proyek Sosial Lintas Negara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News