kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.915.000   -19.000   -0,98%
  • USD/IDR 16.341   27,00   0,17%
  • IDX 7.544   12,60   0,17%
  • KOMPAS100 1.047   -4,04   -0,38%
  • LQ45 795   -5,29   -0,66%
  • ISSI 252   0,56   0,22%
  • IDX30 411   -3,03   -0,73%
  • IDXHIDIV20 472   -7,09   -1,48%
  • IDX80 118   -0,54   -0,46%
  • IDXV30 121   -0,69   -0,57%
  • IDXQ30 131   -1,32   -1,00%

Penurunan SRBI Belum Efektif Dongkrak Permintaan Kredit, Perlu Diiringi Stimulus


Kamis, 24 Juli 2025 / 19:20 WIB
Penurunan SRBI Belum Efektif Dongkrak Permintaan Kredit, Perlu Diiringi Stimulus
ILUSTRASI. Bank Sentral Tahan Suku Bunga —Logo Bank Indonesia (BI) di gedung BI, Jakarta, Rabu (23/4/2025). Langkah BI mengurangi outstanding SRBI diharapkan meningkatkan likuiditas perbankan dan mendorng pertumbuhan kredit.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Bank Indonesia (BI) mengurangi outstanding Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) diharapkan dapat meningkatkan likuiditas perbankan dan mendorong pertumbuhan kredit.

Namun, efektivitas kebijakan ini dinilai belum optimal.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa kebijakan pengurangan SRBI merupakan bagian dari strategi pelonggaran moneter yang ditujukan agar perbankan lebih agresif menyalurkan pembiayaan ke sektor riil.

Baca Juga: Tak Lagi di SRBI, Perbankan Kini Kembali Menempatkan Dananya di Obligasi Pemerintah

“Langkah ini diambil karena sebelumnya banyak bank memilih menempatkan dananya di SRBI yang memiliki risiko sangat rendah, dibanding menyalurkannya ke sektor riil yang risikonya lebih tinggi,” ujar Josua kepada Kontan, Kamis (24/7).

Josua mencatat, berdasarkan data operasi moneter BI, outstanding SRBI telah turun signifikan hingga Juli 2025. Tercatat penurunan sebesar Rp 28,9 triliun secara bulanan (month to date/MtD dan quarter to date/QtD), serta turun Rp 169,4 triliun secara tahunan (year to date/YtD).

Meski likuiditas meningkat, efeknya terhadap penyaluran kredit belum terlihat kuat. Menurut survei perbankan BI, pertumbuhan kredit baru pada triwulan II-2025 meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Namun secara tahunan, pertumbuhan kredit justru melambat dari 9,6% pada Januari menjadi 7,6% pada Juni 2025.

“Fakta ini menunjukkan bahwa pelepasan likuiditas dari SRBI belum sepenuhnya tersalurkan dalam bentuk kredit,” ungkap Josua.

Baca Juga: Bank Indonesia Turunkan Outstanding SRBI, Agar Likuiditas Diserap Masyarakat

Kondisi ini, kata dia, mencerminkan sikap perbankan yang masih hati-hati. Hal itu tercermin dari Indeks Lending Standard (ILS) yang masih berada di level positif 0,08, menandakan bank tetap selektif dalam pemberian kredit.

Sementara di sisi permintaan, kredit belum cukup menarik minat perbankan untuk ekspansi yang lebih agresif.

Analisis uang beredar BI juga menunjukkan mismatch. Pada Juni 2025, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 6,6% yoy, namun kredit hanya naik 7,6% yoy. Artinya, meski likuiditas meningkat, penyaluran kredit tetap belum optimal.

Dari sisi jenis kredit, hanya kredit konsumsi yang mencatat pertumbuhan stabil. Sementara kredit modal kerja melambat menjadi 4,3%, dan kredit investasi tumbuh 12,2%, namun juga turun tipis dibanding bulan sebelumnya.

“Ini menunjukkan preferensi risiko perbankan yang masih konservatif, hanya menyasar sektor-sektor tertentu seperti industri pengolahan dan jasa,” kata Josua.

Ia menilai, agar kebijakan pelonggaran likuiditas lebih efektif, BI perlu mempertimbangkan insentif tambahan yang mendorong bank menyalurkan kredit ke sektor produktif.

Baca Juga: Gubernur BI: Imbal Hasil SBN dan SRBI Masih Menarik bagi Investor Asing

“Meskipun secara teori pengurangan SRBI akan meningkatkan likuiditas, efektivitasnya tetap tergantung pada risk appetite bank, prospek sektor riil, dan kualitas peluang kredit yang tersedia,” ujar Josua.

Karena itu, Josua menekankan pentingnya langkah lanjutan seperti perbaikan permintaan kredit, peningkatan kualitas debitur, serta strategi mitigasi risiko di sektor riil.

“Tanpa langkah tersebut, kebijakan pengurangan outstanding SRBI saja tidak akan secara otomatis meningkatkan pertumbuhan kredit yang diharapkan,” pungkasnya.

Selanjutnya: Outstanding SRBI Terus Menyusut, Sisa Rp 770 Triliun per Juni 2025

Menarik Dibaca: 100 Anak Muda ASEAN Siap Laksanakan Proyek Sosial Lintas Negara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×