Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penurunan investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia tak semata disebabkan faktor biaya produksi atau daya saing upah, tetapi lebih dalam dari itu, mencerminkan menurunnya kepercayaan investor terhadap arah dan konsistensi kebijakan ekonomi nasional.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet kepada Kontan.co.id, Selasa (29/7).
"Ini bukan sekadar persoalan biaya produksi atau daya saing upah, melainkan sinyal dari persoalan yang jauh lebih mendasar yaitu menurunnya kualitas tata kelola pemerintahan dan melemahnya konsistensi kebijakan," ujar Yusuf.
Yusuf menyoroti bahwa salah satu indikator yang memperkuat kekhawatiran ini adalah penurunan peringkat government efficiency Indonesia versi IMD, dari posisi 23 pada 2024 menjadi 34 pada 2025.
Baca Juga: Pemerintah Dinilai Perlu Menerapkan Kebijakan Investasi Asing Secara Efisien
Menurutnya, angka ini tidak bisa dianggap sepele karena menggambarkan lemahnya koordinasi lintas sektor dan ketidakjelasan arah kebijakan, terutama dalam proses reorientasi belanja pemerintah dari sektor infrastruktur ke sektor lain yang belum memiliki landasan pelaksanaan yang solid.
Dalam konteks persaingan regional yang semakin intensif untuk merebut dana investasi asing, Yusuf menyebut kualitas tata kelola pemerintahan menjadi salah satu pembeda utama.
"Negara-negara seperti Vietnam dan Thailand berhasil menciptakan ekosistem kebijakan yang stabil, transparan, dan terkoordinasi dengan baik, sehingga mampu menarik perusahaan multinasional untuk menanamkan modalnya di sana," katanya.
Lebih lanjut, Yusuf juga mengungkapkan bahwa peringkat business efficiency Indonesia yang turun dari posisi 14 ke 26 menjadi cerminan bahwa berbisnis di Indonesia kini dinilai semakin tidak efisien.
Ia menyebut sejumlah faktor penyebab, mulai dari ketidakpastian hukum, perubahan kebijakan yang tidak terduga, hingga lemahnya eksekusi program pemerintah yang berimbas langsung pada menurunnya kenyamanan dan kepastian berusaha.
Baca Juga: Realisasi Investasi Asing di Indonesia Kalah dari Vietnam, Per kapita Hanya US$ 100
"Indonesia kehilangan keunggulan bukan hanya karena faktor biaya, tetapi karena menurunnya kredibilitas kebijakan dan lemahnya institusi yang seharusnya menjadi penopang kepastian berusaha," imbuh Yusuf.
Untuk diketahui, Kementerian Investasi/BKPM mencatat penurunan penanaman modal asing (PMA) atau investasi asing di Indonesia pada kuartal II-2025.
Tercatat, realisasi PMA pada kuartal II-2025 hanya sebesar Rp 202,2 triliun atau turun 6,9% jika dibandingkan dengan kuartal II-2024 yang sebesar Rp 217,3 triliun.
Selanjutnya: Hotel Sahid Ubah Strategi Segmen Pasar, Andalkan Korporasi & Komunitas di Semester II
Menarik Dibaca: Bruce Willis Alami Demensia Frontotemporal yang Bikin Tak Bisa Bicara, Apa itu FTD?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News